REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ustadz Wijayanto menyetujui adanya restitusi pajak dengan zakat karena di dalam sistem Islam zakat sudah merupakan pajak. "Itu lebih baik karena di dalam sistem Islam pajak ya zakat itu. Jadi, hanya bayar zakat itu saja," ujar dia, Jumat (9/6).
Di dalam Islam, tutur dia, sebetulnya setiap 2,5 persen dari harta adalah milik orang miskin yang harus dizakatkan. "Pencuri yang paling kejam itu orang yang punya penghasilan, tetapi tidak mengeluarkan zakatnya untuk orang karena dia mencuri miliknya orang miskin," ucap Wijayanto.
Dia mendukung restitusi pajak dengan zakat. Ini karena, menurut dia, sebenarnya orang yang sudah membayar zakat telah menyalurkan hartanya.
Namun, dia memahami, Indonesia menggunakan ideologi Pancasila, bukan negara Islam. Selain itu, pajak dan zakat memiliki penyaluran yang juga berbeda.
Ustadz Wijayanto juga mengingatkan, para pemeluk agama Islam yang telah membayar pajak untuk membayar zakat sesuai kewajiban masing-masing. "Jadi, yang sudah pajak sebaiknya harus zakat karena mustahiknya (penerimanya) berbeda," ucap dia.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah beberapa kali diubah dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 disebutkan bahwa zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dikurangkan dari penghasilan bruto.
Dengan ketentuan itu, zakat yang dibayarkan umat Islam dapat menjadi faktor pengurang penghasilan kena pajak sehingga mengurangi kewajiban pajak yang harus dibayar.