Rabu 31 May 2017 15:30 WIB

Menangislah karena Iman

Sedih dan menangis (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Sedih dan menangis (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Menangis bukanlah hal tabu. Menangis bukan pula tanda cengeng dan tak berguna. Menangis bukan sebuah kelemahan, mungkin justru ia sebuah kekuatan. Mengalirnya air mata memang memiliki banyak tafsir.  Menangis bagi orang beriman seharusnya bertautan dengan keimanan.Bagi orang beriman, menangis mungkin pekerjaan yang paling mereka akrabi. Orang beriman selalu dalam kesadaran penuh jika dirinya tak pernah luput dari dosa. Mereka mencucinya dengan tobat dan penyesalan.

Air mata jenis ini tentu air mata yang sama sekali tak menunjukkan kelemahan.Rasulullah SAW bersabda, "Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di jalan Allah." (HR Tirmidzi).

Jika mengaku beriman, tak ada yang lebih ia takuti dibandingkan murka Allah SWT. Dosa, yang kerap kita lakukan, meninggalkan jejak dalam hati. Perbuatan maksiat yang kita kerjakan tak ingin orang lain mengetahuinya. Kita malu dengan aib kita. Selepas melakukan kesalahan, ada rasa yang mengganjal. Tidak bisa tidak untuk membuatnya lega adalah dengan penyesalan.

Kombinasi takut akan murka Allah, malu dengan dosa-dosa yang bersusun dan penyesalan mendalam kadang menghadirkan tangisan-tangisan dalam sunyi. Kita butuh menangis untuk melepaskan beban seiring tobat yang kita lantunkan. Kita perlu tangisan, sebagai teman setia istighfar yang kita rapalkan. Jika sungguh-sungguh, bukan tak mungkin takut akan ancaman Allah akan berubah menjadi kasih sayang Allah SWT.

Seseorang yang gemar menangisi dosa akan peka hatinya. Radar imannya akan menguat. Jika mendekati perbuatan maksiat, alarmnya akan berdering kencang. Seringnya air mata penyesalan membuat hati makin bersih. Bersihnya hati memungkinkan cahaya hidayah merasuk dan kembali memancar. Namun apa jadinya jika hati legam penuh noktah alpa. Cahaya tak bisa menembus, hidayah tak mudah menelusup. 

Menangis juga menjadi tanda benarnya tobatnya seseorang. Ada orang yang mungkin berpura-pura menyesal padahal ia sudah merencanakan perbuatan culas selajutnya. Namun ada yang tulus ingin kembali dan air matanya menjadi saksi kejujurannya.

Yahya bin Mu'adz pernah berkata, tanda orang yang bertobat adalah meneteskan air mata, senang berkhalwat dengan Allah dan mau melakukan muhasabah atas semua keinginannya.

Menangis karena Allah juga menjadi sebab seseorang selamat di hari pembalasan. Saat kiamat tiba, tak ada urusan nasab, tak ada perkara saudara. Masing-masing memikirkan urusannya pada hari itu. Dunia dihancurkan, mahkamah Allah siap mengadili tindakan sebesar zarah.

Namun di hari yang amat berat itu, Allah memberikan naungan hanya kepada tujuh golongan saja. Salah satunya hamba Allah yang senantiasa menangis karena Allah.

Wahai para lelaki, menangislah. Menangislah seperti Umar bin Khattab RA. Ia seorang pejuang yang gagah. Segala sifat maskulin terkumpul padanya. Namun di balik kokohnya sosok Umar, ia adalah pribadi yang lembut.

Umar kerap menangis jika ada hal yang menurutnya salah. Ia menggendong sendiri makanan untuk seorang ibu sembari menangis. Takut jika urusan kaum Muslimin yang dibebankan padanya tak dilaksanakan dengan amanah. Perkatannya amat mahsyur, "hisablah dirimu sebelum dihisab oleh Allah SWT."

Wahai para perempuan menangislah. Menangislah seperti Rabiatul Adawiyah. Ia benar-benar hanya mengharapkan cinta dari Allah SWT bukan dari yang lain. Kecintaannya kepada Allah SWT amatlah tulus, tanpa pretensi. Menangislah dengan alasan yang tepat bukan karena keinginan di dunia tak dapat dierat.

Wahai manusia, menangislah. Orang-orang saleh menjadikan tangisan sebagai sebuah kebutuhan. Ibnu Umar lebih memilih menangis karena takut pada Allah dibandingkan berinfak seribu dinar.

Ka'ab al-Ahbar berkata, mengalirnya air mata hingga membasahi pipi karena takut kepada Allah lebih ia sukai dibanding berinfak emas sebesar tubuhnya.

Menangislah seperti sahabat setelah mendengar sabda Rasulullah SAW, "Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis". (HR Muslim).

Disarikan dari Pusat Data Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement