REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj meminta maaf atas pernyataannya sebelumnya yang menyatakan bahwa Masjid Salman Intitut Tekonologi Bandung (ITB) adalah masjid radikal. Pasalnya, kata dia, ternyata saat ini Masjid Salman sudah tidak seperti dulu lagi yang dipenuhi mahasiswa radikal.
"Dulu, Salman dulu gitu (Masjid Radikal). Saya minta maaf kalau sekarang Salman sudah berubah dari yang dulu, tidak seperti yang dulu," ujarnya saat ditanya Republika.co.id, Kamis (25/5).
Ia menceritakan, Masjid Salman dulunya memang dipenuhi mahasiswa yang menganut paham radikal. Bahkan, kata dia, saat berceramah di Masjid tersebut dirinya dihujat dengan dalil-dalil Alquran.
"Saya pernah ceramah di masjid Salman ketika Mas Rommy Ketua PPP masih aktif di sana. Saya waktu itu dihujat oleh mahasiswa dengan dalil-dalil Quran "Barang siapa yang menyalahi hukum Allah, Kafir"!," ucap Kiai Said menirukan mahasiswa saat itu.
Setelah dihujat seperti itu, akhirnya Kiai Said turun dari mimbar dan ceramah selesai. Namun, kata dia, ternyata saat itu ada sekitar lima orang mahasiswa yang masih mengejarnya, sehingga Kiai Said langsung dibantu oleh Rommy untuk masuk ke mobil.
"Itu kesan saya waktu ceramah di sana 1997, masih Pak Harto waktu itu," kata Kiai Said.
Sebelumnya diberitakan, Pengurus Yayasan Masjid Salman Institut Teknologi Bandung menemui Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (25/5) siang. Mereka datang ke PBNU untuk meminta klarifikasi terkait pernyataan Kiai Said bahwa Masjid Salman menjadi tempat radikal.
Ketua Pembina Masjid Salman ITB, Suparno mengatakan, pertemuan tersebut merupakan ajang bersilaturrahmi sekaligus untuk menyampaikan terkait pernyataan Kiai Said yang viral tersebut. "Pertama memang kami bersilaturahmi dengan beliau. Lalu kami juga menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan viral di masyarakat akibat penyampaian beliau yang kemudian jadi viral itu bahwa menyatakan Salman itu sebagai tempat radikalisme," ujarnya.