REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI telah menerbitkan Fatwa Nomor 108/DSN-MUI/X/2016 tentang pedoman penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip syariah yang menjadi landasan standardisasi aspek-aspek wisata halal. Terlebih, aturan mengamanatkan usaha yang dijalankan dengan prinsip syariah harus memiliki landasan fatwa dari DSN MUI, termasuk perusahaan terbatas.
Sekretaris Bidang Bisnis dan Wisata DSN MUI Moch. Bukhori Muslim menjelaskan, mulai 2016, mulai banyak permintaan fatwa tentang RS syariah dan wisata halal. Di Fatwa No 108/2016 tentang pedoman penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip syariah, aspek pariwisata yang ada di dalamnya adalah hotel, spa, sauna, dan massage, objek wisata, dan biro perjalanan.
Semua elemen yang ada di fatwa akan ada standarnya. Fatwa No 108/2016 ini sendiri merupakan pedoman umum standardisasi aspek pariwisata halal. Agar implentasi fatwa ini bisa lebih cepat, DSN akan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk membuat standar.
''DSN sadar tidak bisa sendiri dan perlu sinergi. Karena itu DSN MUI mengajak semua agar berbagai hal bisa terstandar,'' kata Buchori, Senin (22/5).
Misalnya Aceh yang sedang fokus sertifikasi hotel syariah. Mereka banyak berkonsultasi dengan DSN dan sekarang sedang menyiapkan standar hotel syariah.
Kementerian Pariwisata juga sudah bersurat untuk berkoordinasi dengan DSN. Saat ini, DSN sendiri tengah menyiapkan tenaga audit sebagai kelanjutan fatwa ini.
Rumah sakit syariah yang kemudian memiliki standar rumah sakit syariah dengan berpedoman pada Fatwa DSN Nomor 107/2016 tentang pedoman penyelenggaraan rumah sakit berdasarkan prinsip syariah. Pariwisata halal pun demikian dan prosesnya bertahap. ''Aceh, NTB, dan Solo minta. Memang belum sempurna, tapi bertahap diperbaiki,'' kata Buchori.
Karena tugas DSN untuk memasyarakatkan ekonomi syariah dan mengekonomisyariahkan masyarakat, DSN harus bekerja sama dengan banyak pihak. Ekonomi syariah, kata Buchori, harus digerakkan bersama.
Sebelumnya, Kementerian Pariwisata menyampaikan belum ada standar terkait SDM untuk mengembangkan wisata halal. Standar perhotel, restoran, travel, dan pemandu wisata memang sudah ada.
Namun standar pengembangan seperti standar biro perjalanan sebagai konsultan maupun pemandu wisata halal belum Indonesia miliki. Tim dari Kemenpar sendiri sedang menyiapkan draf uji kompetensi sertifikasi SDM pariwisata halal.
Dalam Fatwa DSN Nomor 108 Tahun 2016 tentang pedoman penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip syariah terdapat sejumlah ketentuan terkait standardisasi dan SDM antara lain pada ketentuan hotel syariah dimana pengelola dan karyawan hotel wajib mengenakan pakaian sesuai syariah dan hotel syariah wajib memiliki pedoman pelayanan untuk menjamin pelayanan sesuai syariah.
Pada ketentuan spa, sauna, dan massage, SDM terapis laki-laki hanya melayani konsumen laki-laki dan terapis perempuan hanya untuk konsumen perempuan.
Begitu pula pada ketentuan biro perjalanan wisata syariah memiliki panduan wisata yang mencegah dari syirik, khurafat, maksiat, zina, pornografi, pornoaksi, miras, narkoba, dan judi.
Pada ketentuan pemadu wisata syariah, SDM pemandu wisata syariah wajib paham dan melaksanakan nilai syariah dalam tugasnya, berakhlak mulia, komunikatif, ramah, jujur, dan bertanggung jawab. Dalam ketentuan ini juga SDM pemandu wisata syariah wajib memiliki kompetensi kerja sesuai standar profesi yang dibuktikan dengan sertifikat. Juga berpenampilan sopan dan menarik sesuai prinsip syariah.
Fatwa DSN ini juga memuat ketentuan bagi wisatawan.