Sabtu 13 May 2017 20:00 WIB

Pekerjakan Orang Lain, Ini Adab yang Perlu Diperhatikan

Dua pekerja memperbaiki instalasi listrik (ilustrasi).
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Dua pekerja memperbaiki instalasi listrik (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kehidupan, manusia memang saling membutuhkan. Yang berpunya mempekerjakan orang yang membutuhkan mata pencaharian. Berbagai kasus sengketa antara majikan dan pekerja sebenarnya tak perlu terjadi. Asalkan kedua belah pihak berpegang teguh pada ajaran Islam. Sebagai agama yang sempurna Islam telah mengajarkan adab al-ijaarah (mempekerjakan orang).

Syekh Abdul Azis bin Fathi As-Sayyid Nada dalam kitabnya Mausuu’atul Aadaab Al-Islaamiyyah menjelaskan, adab-adab mempekerjakan orang lain yang sesuai dengan Alquran dan Hadis. Lantas, apa saja adab yang perlu diperhatikan saat mempekerjakan orang lain.

Berikut lima adab yang akan dijelaskan dalam tulisan pertama ini:

Hendaknya mempekerjakan seorang Muslim

Umar bin Khattab, papar Syek Sayyid Nada, sempat marah kepada Abu Musa al-Asy’ari karena telah menyewa seorang juru tulis Nasrani pada masa kepemimpinannya di Kufah. Menurut Umar, hal itu baru bisa diperbolehkan jika tak menemukan seorang Muslim yang menguasai bidang itu.

Tentunya dengan syarat tak memberikan kekuasaan kepada orang tersebut atas aset-aset kamu Muslim, ujar Syekh Sayyid Nada. Bahkan, Rasulullah SAW pernah bersabda, …Aku tidak akan meminta bantuan kepada orang musyrik. (HR Muslim dari Aisyah). Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisaa [4]: 141, …Dan Allah sekali-kali tak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.

Hendaknya mempekerjakan seorang yang kuat lagi tepercaya

Menurut Syekh Sayyid Nada, seorang Muslim hendaknya mempekerjakan seseorang yang ada pada dirinya sifat amanah, bagus agamanya, kuat, dan layak. Mengenai hal itu, Allah SWT berfirman dalam surah Al-Qashash [28]: 26, Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dipercaya.

Orang yang memiliki sifat-sifat seperti ini akan mampu melaksanakan tugasnya dan lebih bertakwa kepada Allah SWT, papar Syekh Sayyid Nada. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Khalifah Ummar bin Khattab pernah berdoa, Ya Allah, aku mengadukan kepada-Mu kelemahan orang yang amanah dan pengkhianatan orang yang kuat.

Kemudahan dalam muamalah

Syekh Sayyid Nada mengungkapkan, muamalah antara majikan dan pekerja harus diwarnai dengan kemudahan, kelembutan, dan penuh kerelaan. Sesungguhnya Islam sangat menganjurkan kemudahan dalam semua bentuk muamalah, tutur ulama terkemuka itu.

Rasulullah SAW pernah bersabda, Allah merahmati orang yang mudah jika menjual, membeli, dan menagih. (HR Bukhari, dari Jabir).

Kesepakatan

Ajaran Islam mensyaratkan adanya kesepakatan antara majikan dan pekerjanya. Kesepakatan itu meliputi pekerjaan yang diminta, penjelasan karakter dan perinciannya, serta upah yang pantas sehingga tak ada satu pihak pun yang dirugikan.

Kesepakatan itu akan memutuskan sebab-sebab perselisihan, menutup pintu masuk setan, serta mencegah kecurangan dan penipuan, papar Syekh Sayyid Nada. Menurutnya, seorang majikan tak boleh memanfaatkan kefakiran pekerjanya. Selain itu, tak boleh merugikan haknya. Seorang majikan harus membayarkan upah yang sesuai dengan pekerjaan.

Pentingnya sebuah kesepakatan dan penetapan upah telah dicontohkan Rasulullah SAW. Aku mengembala kambing untuk penduduk Makkah dengan upah beberapa qirath. (4/6 dinar).

Tak boleh mempekerjakan seseorang untuk perkara yang haram

Syekh Sayyid Nada mengungkapkan, seorang pekerja tak boleh menerima pekerjaan yang di dalamnya terkandung kemarahan Allah SWT. Hal yang sama juga berlaku bagi majikan, tak boleh mempekerjakan orang untuk perkara yang diharamkan Allah dan Rasulullah.

Disarikan dari Ensiklopedi Adab Islam Menurut Alquran dan As-Sunah terbitan Pustaka Imam As-Syafi’i, Jakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement