Jumat 12 May 2017 18:23 WIB
Belajar Kitab

Asas At-Taqdis Memurnikan Zat Allah

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Kata 'Allah' (Ilustrasi)
Kata 'Allah' (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kajian teologi (ilmu kalam), perbincangan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan persoalan ilahiyyat atau ketuhanan menjadi bagian utama yang kerap diperbincangkan. Diskusi pun berkembang untuk memberi persepsi yang utuh tentang hakikat Allah, sekaligus memperdebatkan penafsiran yang realistis atas sejumlah teks keagamaan, baik yang dinukil dari Alquran maupun hadis.

Jika ditelusuri lebih jauh, perdebatan yang berlangsung di antara aliran-aliran ilmu kalam sejatinya memiliki tujuan yang sama. Mereka berupaya melakukan purifikasi atau pemurnian akidah yang menyangkut tentang hakikat Sang Pencipta.

Hanya saja, dalam proses perjalanannya, masing-masing kelompok merujuk pada argumentasi. Setiap aliran dipengaruhi secara kuat oleh latar belakang pemikiran dan ideologi mereka. Dari proses pencarian argumentasi itu, kita bisa membedakan mana mazhab yang ekstrem kanan ataupun ekstrem kiri dalam membaca dan menyikapi teks. Ada pula mazhab yang menginginkan berada di antara dua kelompok tersebut.

Kitab Asas At-Taqdisatau dikenal pula dengan judul Tasis At-Taqdis karya tokoh kenamaan yang hidup pada abad keenam Hijriyah, Fakhruddin ar-Razi, hadir sebagai upaya untuk menyajikan argumentasi yang logis dan rasional tentang eksistensi Allah, meliputi sifat, hakikat, dan ragam diskursus seputar masalah ketuhanan.

Dalam karyanya itu, ar-Razi yang dengan kitab tafsirnya yang bertajuk At-Tafsir Al-Kabir, mencoba menghadirkan argumentasi tentang keberadaan Allah, menakwilkan ayat-ayat sifat yang disalahtafsirkan sebagai bentuk bagian tubuh laiknya manusia, seperti tangan, kaki, mata, dan telinga, atau kedua, seperti pemahaman tentang sifat-sifat yang kerap dipahami sebagai wujud aksiomatis-Nya.

Semua penafsiran sifat itu bisa jadi cocok untuk makhluk, tetapi sama sekali tidak dapat diberlakukan untuk zat Allah. Seperti penafsiran sifat marah, benci, dan malu sejalan dengan pola tafsir yang dikumandangkan oleh Syekh Mahmud bin Umar (538 H) ataupun interpretasi ayat tentang tangan sebagaimana yang dipahami oleh Abu Hamid al-Ghazali (505 H) dan Syekh Abdul Wahab As-Sya'rani.

Sekilas, dalam pendahuluan kitabnya, tokoh penganut teologi kalam Asyari ini mengisahkan latar belakang dan tujuan penulisan karyanya itu. Menurut ar-Razi, kitab Asas At-Taqdisditulis untuk dipersembahkan kepada salah seorang penguasa Dinasti Ayyubiyah bernama Raja al-Adil Sayf al-Din Abu Bakar Muhammad bin Ayub yang juga pendiri Madrasah al-Adiliyyah di Damaskus, Suriah.

Ar-Razi mengaku begitu kagum terhadap prestasi dan capaian sang penguasa. Dalam pandangannya, Sultan Adil I adalah penguasa terbaik yang teguh dan kokoh menjaga agama Islam yang lurus dan benar. Besar harapan saya, karya yang saya persembahkan dapat bermanfaat dunia akhirat, tulis ar-Razi.

Dari sisi sistematika penulisan, ar-Razi menjelaskan garis besar klasifikasi pembahasannya. Terdapat empat bab utama dalam kitab Asas At-Taqdis. Pada bab pertama, penulis menguraikan argumen yang menguatkan bahwasanya Allah tidak terikat dengan berbagai wujud fisik ( jismiyyah) ataupun arah ( haiz).

Pada bab kedua, ar-Razi fokus pada penakwilan teks keagamaan yang bersifat mutasyabihat(samar atau tak jelas), baik yang berasal dari Alquran maupun hadis. Sedangkan dalam bab ketiga, ar-Razi menyajikan tentang sikap dan pandangan para ulama salaf terkait persoalan-persoalan teologi. Sementara itu, di bagian terakhir, sang ulama terkemuka itu membahas pernak-pernik tema seputar teologi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement