Selasa 02 May 2017 12:33 WIB

Kurangnya Fasilitas Muslim Korea Bukan Hanya Sekadar Infrastruktur

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Agus Yulianto
Aplikasi Halal Korea memudahkan wisatawan Muslim pelesiran ke Seoul (Ilustrasi)
Foto: Dok: Visitseoul.net
Aplikasi Halal Korea memudahkan wisatawan Muslim pelesiran ke Seoul (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Infrastruktur ramah Muslim di Korea masih kurang. Untuk itu, diperlukan pergerseran pola pikir yang lebih mendalam dan mendasar untuk mengatasi hal tersebut.

Profesor studi Timur Tengah dan Afrika Universitas Hankuk Seo Jeong min mengatakan, akar masalah dari persoalan itu adalah mentalitas terhadap budaya Islam. "Padahal, di Korea, debat publik dan liputan media tentang halal sangat menyoroti aspek religiusnya," katanya seperti dilansir dari Korea Joongang Daily, Selasa (2/5).

Namun, halal hanyalah cara hidup yang berbeda dengan warga Korea. Bagi umat Islam, itu berarti makanan disiapkan dengan cara yang lebih bersih. Bahkan, Seo menambahkan, dengan sertifikasi untuk restoran, Korea masih kekurangan rumah potong halal yang layak, dan masalahnya bisa dengan mudah dipecahkan dengan mempekerjakan lebih banyak pekerja Muslim.

"Sangat menyedihkan melihat mengapa orang menganggapnya sebagai tugas yang sulit," katanya. Pada Januari lalu, Kementerian Pertanian, Pangan dan Urusan Pedesaan membatalkan rencana untuk mendirikan rumah pemotongan hewan halal, dengan alasan permintaan rendah.

Beberapa organisasi Kristen dan kelompok hak-hak binatang juga menyuarakan penolakan terhadap rencana tersebut. Seo berpendapat, bahwa perusahaan Korea tidak bisa mengabaikan potensi pasar Muslim.

"Muslim adalah populasi yang berkembang di dunia, dan kekuatan ekonominya meningkat juga. Perusahaan Korea ragu untuk mengalihkan fasilitas manufaktur mereka ke halal karena masalah biaya, namun pendapat saya adalah jika mereka ingin memperluas bisnis ke tingkat global di masa depan, halal bukan pilihan, tapi harus," tegasnya.

"Perusahaan dan penyedia layanan Korea menganggap halal sulit dan rumit karena mereka mengidentifikasi halal sebagai sertifikasi yang berbeda menurut negara dan memerlukan prosedur tertentu untuk mendapatkannya," kata Yoon Yeo-doo, ketua Forum Halal-Biz di bawah Federasi Muslim Korea.

"Namun jika perusahaan Korea menganggap halal hanya sebagai sesuatu yang 'diperbolehkan' bagi umat Islam, seperti juga arti harfiahnya, mereka dapat dengan mudah mendekati industri ini dengan menawarkan apa yang dapat dikonsumsi, dipakai dan digunakan oleh umat Islam," tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement