REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyebut nama Sungai Nil, sebagian besar umat Islam akan teringat dengan kisah Nabi Musa AS. Sebagaimana dikisahkan, sewaktu masih bayi, ibunda Nabi Musa diperintahkan oleh Allah SWT untuk menghanyutkan bayinya (Musa) dalam sebuah peti ke Sungai Nil.
Kisah ini diabadikan oleh Allah SWT dalam Alquran surah Thaaha [20]: 39. Yaitu, ''Letakkan ia (Musa) di dalam peti, kemudian hanyutkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu akan membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Firaun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku, dan supaya kamu diasuh dibawah pengawasan-Ku.''
Dalam surah Al-Qashash [28] ayat 7, Allah berfirman: ''Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para Rasul.''
Secara jelas, ayat di atas menunjukkan tentang kisah Nabi Musa yang dihanyutkan oleh ibunya ke Sungai Nil. Karena itulah, kisah Nabi Musa dan Sungai Nil sangat terkenal di dunia Islam. Bahkan, dalam Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, juga dikisahkan tentang dihanyutkannya Nabi Musa AS ke Sungai Nil yang kemudian diasuh oleh Permasuri Firaun.
Sungai Nil terletak di Negara Mesir, Benua Afrika. Sungai Nil merupakan sungai terpanjang di dunia. Panjangnya mencapai 6.650 kilometer (km) atau sekitar 4.132 mil. Secara keseluruhan Sungai Nil melintasi sembilan negara di Afrika, seperti Ethiopia, Zaire, Kenya, Uganda, Tanzania, Rwanda, Burundi, Sudan, dan Mesir.
Sungai Nil berasal dari bahasa Yunani, Neilos, yang berarti lembah sungai. Sungai ini identik dengan sejarah Mesir, yakni sejak zaman Mesir kuno. Sungai Nil mempunyai peranan penting dalam peradaban, kehidupan, dan sejarah bangsa Mesir sejak ribuan tahun yang lalu.