Rabu 12 Apr 2017 17:45 WIB

Usul Sahabat Sebelum Azan Disyariatkan

Rep: Syahruddin el-Fikri/ Red: Agung Sasongko
Azan (ilustrasi)
Foto: forsil.org
Azan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seluruh umat Islam tentu mengenal kata azan, yaitu kalimat tauhid yang dilantunkan seorang muazin untuk memanggil kaum Muslim agar segera bersujud kepada Allah SWT.

Sedikitnya, ia dilantunkan lima kali dalam sehari semalam, yakni sejak terbit fajar di waktu Subuh, kemudian siang hari (Zhuhur), lalu dilanjutkan pada sepertiga hari (Ashar), kemudian mulai tenggelamnya matahari di ufuk barat, hingga menjelang malam. Begitu seterusnya, sepanjang hari, setiap saat.

Dalam sejarahnya, azan pertama kali disyariatkan pada tahun kedua hijriyah setelah Rasulullah SAW hijrah dari Makkah ke Madinah. Ketika itu, sahabat Rasulullah, Bilal bin Rabah, menjadi muazin pertama yang mengumandangkan azan untuk memanggil umat Islam, pertanda waktu shalat telah tiba. Dari situlah, akhirnya azan dijadikan syariat bagi umat Islam di seluruh dunia untuk memanggil umat Islam agar melaksanakan shalat.

Sebelum azan disyariatkan, sejumlah sahabat mengusulkan beberapa simbol untuk memanggil orang agar melaksanakan shalat. Di antaranya, dengan menggunakan bendera, terompet, lonceng, dan api. Namun, usulan ini ditolak Rasul dengan alasan hal itu menyerupai kelompok agama tertentu.

Misalnya, terompet biasa digunakan kaum Yahudi, lonceng oleh kelompok Nasrani, dan api oleh kaum Majusi. Karena itu, akhirnya azan dengan kalimat tauhid menjadi alat untuk memanggil umat Islam agar melaksanakan shalat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement