REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penulisan kitab Tanbih Al-Ghafilin dilatarbelakangi makin menurunnya moralitas umat Islam dalam menegakkan kebenaran dan cenderung abai terhadap kebatilan.
Beruntung salah satu karya agung ulama klasik, Imam Muhyiddin an-Nahhas ini, masih sampai ke tangan kita. Di dalamnya terkandung pesan dan peringatan kepada kaum Muslim untuk tetap berada pada jalur yang digariskan Islam. Menuntun setiap orang untuk meniti hidup menuju kebahagiaan yang diridhai Allah SWT.
Teks aslinya dicetak dan diterbitkan oleh al-Maktab as-Salafi li Tahqiq at-Turats al-Islami, Kairo, Mesir. Naskah klasik yang terdiri atas 145 lembar itu diberi judul oleh penulisnya: Tanbih al-Ghafilin 'an A'mal Jahilin wa Tahdzir Salikin 'an A'mal Halikin, yang kemudian lebih dikenal dengan Tanbih al-Ghafilin. Jika diterjemahkan secara bebas, Tanbih al-Ghafilin berarti lentera hidup bagi orang-orang yang lalai.
Teks itu ditulis dengan khat naskhi yang jelas. Kesalahan di dalamnya amat sedikit. Terdapat catatan kaki dan sisipan pada halaman mukanya, yang menunjukkan bahwa kitab ini telah dibaca dan dikaji banyak orang dan dikomparasikan dengan kitab-kitab sejenis karya ulama lain.
Dapat dikatakan, keberadaannya melengkapi sejumlah kitab yang membahas tema serupa, seperti Al-Kabair karya Imam Dzahabi; Al-'Itisham karya Imam Syathibi; Al-Manhiyyat karya Al-Hakim At-Tirmidzi; dan Riyadhus Shalihin karya Imam Nawawi. Semua kitab itu mengajak pembaca untuk kembali kepada manhaj (tata aturan) para Salaf as-Shalih.
Tahqiq (penjabaran) dan ta'liq (komentar kritis) terhadap naskah tersebut hingga menjadi sebuah buku yang sistematis dan detail dilakukan oleh Imaduddin Abbas Said. Pihak al-Maktab as-Salafi li Tahqiq at-Turats al-Islami mengakui, di tangan sang muhaqqiq-lah buku ini kemudian layak diterbitkan. Karena, dia secara tekun meneliti setiap referensi, menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran, serta menjelaskan hukum-hukum yang tertera di dalamnya. Hukum-hukum yang dibahas di dalamnya terkait dengan penegakan amar ma'ruf nahi munkar.
Dalam mukaddimah-nya, penulis menjelaskan betapa kualitas moral umat Islam semakin hari semakin memprihatinkan. Inilah alasan utama Imam Muhyiddin berjihad melalui kekuatan tintanya, berupaya mengentaskan umat Islam dari keterpurukan akhlak. Sehingga, ia fokuskan temanya pada aktualisasi amar ma'ruf nahi munkar sesuai konsep Alquran dan sunah Nabi SAW.
Disarikan dari Pusat Data Republika