Oleh: Zainal Arifin
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suatu hari, Ibnu Mas'ud berkata, "Rasulullah SAW membuat gambar empat persegi panjang. Di tengah-tengah ditarik satu garis sampai keluar. Kemudian, beliau membuat garis pendek-pendek di sebelah garis yang di tengah-tengah seraya bersabda, 'Ini adalah manusia dan empat persegi panjang yang mengelilinginya adalah ajal. Garis yang di luar ini adalah cita-citanya. Sedangkan, garis yang pendek-pendek adalah hambatan-hambatannya'." (HR Bukhari).
Ilustrasi yang digambarkan Rasulullah dalam hadis tersebut memantapkan keyakinan bahwa garis nasib setiap manusia telah ditentukan Allah SWT. Kehidupan yang ada di dunia ini sebenarnya dibatasi dengan garis ajal, siap atau tidak siap, semua akan bertemu garis ajal dan tidak seorang pun dapat menolak atau menundanya. "... Maka apabila datang ajal yang telah ditentukan bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula memajukannya." (QS [16]: 61).
Namun, sebelum tiba pada garis ajal yang telah ditentukan Allah, sudah seharusnya manusia senantiasa bertobat dan beramal kebajikan. Sayangnya, banyak orang yang sibuk mengejar cita-cita dengan beragam pernak-perniknya, sehingga mereka lupa berbuat amal saleh sampai ajal mendatanginya. Mereka itulah golongan orang yang menyia-nyiakan kesempatan dalam hidupnya. Mereka juga tidak cerdas memahami garis-garis takdir yang telah dibawanya.
"Bersegeralah kalian beramal saleh sebelum datang tujuh perkara; apa yang kamu tunggu selain kemiskinan yang memperdaya, atau kekayaan yang menyombongkan, atau sakit yang memayahkan, atau tua yang melemahkan, atau kematian yang memutuskan, atau Dajjal yang mana sejahat-jahat makhluk yang dinantikan, ataukah Kiamat yang sangat berat dan menyusahkan." (HR Tirmidzi).
Oleh karena itu, suratan takdir yang sedang dan akan dijalani bukan menjadikan alasan untuk seseorang pasrah menerima nasib apa adanya. Sungguh pun rezeki, jodoh, dan ajal telah ditentukan oleh Allah dan tiada seorang pun mengetahuinya, tetapi yang Allah Maha Pemurah masih memberi kesempatan kepada semua manusia untuk berusaha mengubah nasibnya sendiri. "... Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS [13]: 11).
Pada akhirnya, jadilah orang-orang seperti yang diharapkan Rasulullah SAW, yaitu yang cerdas memanfaatkan hidup dan mempersiapkan matinya. Karena orang yang senantiasa mengingat mati cenderung takut jika dirinya melakukan perbuatan maksiat, dan selalu berupaya memotivasi dirinya untuk melakukan amal kebajikan. Merekalah orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhi gemerlap kehidupan dunia yang melalaikan ini, agar hidupnya tidak merugi, baik di dunia maupun kelak di akhirat.
"Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu..." (QS [63]: 9-10).