Jumat 31 Mar 2017 17:45 WIB

Tradisi Otodidak Mengakar di Dunia Islam

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Agung Sasongko
Otodidak (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Otodidak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak semua ilmuwan mendapat bimbingan seorang guru. Ada sebagian dari mereka, dengan beragam alasan, memilih untuk memuaskan dahaga ilmunya dengan belajar secara mandiri. Mereka menelaah semua sumber ilmu yang menarik minatnya hingga menguasainya dengan mendalam. Mereka belajar secara otodidak. 

Biasanya, belajar secara otodidak menjadi pilihan bagi mereka yang tak cukup memiliki uang. Terutama, untuk membayar perkuliahan atau pengajaran privat di rumah seorang pakar ilmu. Namun, alasan keuangan tak selalu dominan. Ada sejumlah orang yang berkecukupan lebih tertarik belajar secara mandiri. 

Tradisi otodidak dalam mempelajari beragam ilmu pengetahuan telah dikenal luas dan mengakar kuat di tengah masyarakat Muslim. Sejarawan Muslim asal Baghdad, Irak, Abd Latif al-Baghdadi, bahkan secara khusus membahas tradisi ini. Ia melihat praktik otodidak merebak. 

Pada mulanya, al-Baghdadi mendorong para pelajar mengkaji ilmu di bawah bimbingan guru yang menguasai bidangnya. Beberapa waktu kemudian, ia memandang bukan sebuah masalah jika seseorang yang ingin menguasai sebuah kajian ilmu melakukannya secara mandiri. Syaratnya, orang itu hanya konsisten dan semangat baja. 

Ia meralat pandangan yang dilontarkan sebelumnya. George A Makdisi, dalam Cita Humanisme Islam, mengatakan, langkah al-Baghdadi itu kemungkinan dipengaruhi pula oleh kapasitasnya sebagai seorang ahli agama dan profesor ilmu hukum di berbagai lembaga pendidikan tinggi. Ia memahami bahwa belajar bisa dilakukan dengan beragam cara. 

Bahkan, al-Baghdadi dalam sebuah nasihatnya kepada para pelajar mengatakan, saat seseorang membaca sebuah buku, mestinya ia mengerahkan seluruh kemampuan untuk mempelajari dan dan menguasainya. Bayangkanlah buku itu telah lenyap dan engkau bisa menyingkirkannya dan tak terpengaruh oleh kehilangannya. 

Ketika seseorang mengerahkan seluruh kemampuannya dengan semangat tinggi untuk memahami sesuatu, jangan pernah tergoda melakukan hal lain. Ia pun memberi saran agar seseorang yang belajar secara otodidak tak mempelajari dua bidang kajian ilmu dalam satu waktu. 

Menurut al-Baghdadi, seseorang fokus pada satu kajian dalam satu hingga dua tahun atau dalam beberapa waktu yang diperlukan. Jika seseorang telah menguasai satu bidang yang dipelajarinya, ia bisa mempelajari bidang lainnya. Ia menegaskan, orang itu juga tetap memelihara kepiawaiannya dalam bidang yang telah dikuasainya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement