Rabu 29 Mar 2017 14:04 WIB

Meletakkan Iman di Atas Segalanya

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Keimanan/Ilustrasi
Foto:

Upaya yang paling parah yang dilakukan ibundanya adalah mogok makan. Ibunda Sa'ad menolak makan hingga beberapa hari. Tubuhnya pun mulai melemah dan sakit. Orang-orang telah membujuknya mati-matian dan membawakan makanan kesukaannya yang enak-enak. Hasilnya tetap nihil. Ia hanya mau makan jika Sa'ad mau kembali menyembah berhala.

Ancaman yang diberikan ini membuat Sa'ad sangat bersedih. Bagaikan makan buah simalakama, ia dihadapkan pada dua pilihan yang amat sulit. Pertama, mematuhi ibunya, namun ia berarti murtad dari Islam. Atau, pilihan kedua, yaitu tetap mempertahankan imannya, namun ia akan kehilangan ibunya.

Pilihan ini sungguh sangat sulit baginya. Ibunya adalah orang yang paling berjasa dalam hidupnya. Ia tak mungkin menyakiti, mengecewakan, bahkan menjadi anak durhaka. Namun, cinta dan sayangnya kepada ibunya ini diuji, dipertentangkan dengan sebuah hidayah iman yang baru saja ia terima.

Dua pilihan ini sama-sama punya risiko besar. Jika ia memilih mengikuti kehendak ibunya, berarti ia harus melepaskan sesuatu yang sangat berharga yang selama ini dia cari-cari, yaitu iman. Jika iman yang sudah tertancap di dalam dadanya dilepaskan, Sa'ad yakin hidupnya di dunia dan di akhirat kelak tidak akan pernah bahagia. Sebaliknya, jika dia mempertahankan imannya, berarti dia telah mengecewakan ibunya, satu hal yang tidak pernah diinginkannya.

Betapa pun sulitnya pilihan tersebut, Sa'ad tetap harus menetapkan keputusan dan menanggung risikonya. Pilihan yang ia ambil adalah tetap teguh pada imannya dan setia pada Islam. Dengan berat hati, ia pun kemudian meninggalkan ibunya yang tetap tak mau makan sesuap pun jua.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement