REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Dakwah Khusus (LDK) PP Muhammadiyah meminta Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin untuk segera berdialog dengan organisasi masyarakat, sehingga tidak muncul tafsir yang macam-macam terkait kebijakan pembuatan pedoman ceramah di rumah ibadah.
"Kalau bisa ini segera didialogkan dengan orma-ormas biar tidak muncul tafsir-tafsir lain," ujar Ketua LDK PP Muhammadiyah, Muhammad Ziyad saat dihubungi Republika.co.id, Senin (20/3).
Ziyad menuturkan, sejatinya kebijakan tersebut tidak masalah dikeluarkan oleh Kemenag. Asalkan, kata dia, kebijakan itu dibuat hanya untuk pengayaan yang lebih fokus kepada materi. "Kalau pedoman selama itu dalam rangka memberikan rambu-rambu pada substansi, metode yang sifatnya pengayaan saja kita gak persoalkan," ucapnya.
Namun, lanjut dia, jika pedoman ceramah itu sampai mengatur para penceramah, maka hal itu masih perlu didiskusikan lagi bersama ormas-ormas. "Jadi kalau sifatnya itu produk buku-buku, literatur yang berkiatan dengan mubaligh atau dai yang memberikan pencerahan atau wawasan saya kira baik-baik saja," kata Ziyad.
Ziyad mengatakan, setelah isu kebijakan itu muncul sempat ada isu akan ada standarisasi mubaligh dan sebagainya. Namun, kata dia, hal itu tidak perlu dilakukan lantaran momentumnya tidak pas melihat situasi politik saat ini.
Ziyad menambahkan, sejatinya Muhammadiyah juga telah banyak mengeluarkan produk-produk yang dibuat untuk menambah pengetahuan dai Muhammdiyah di daerah-daerah. Namun, hal itu lebih kepada yang sifatnya materi, karena akses mereka terhadap informasi memang kurang.
"Jadi, kalau misal pembuatannya lebih materi gak apa-apa. Saya kira itu bagian dari pengayaan, yang penting tidak mengatur (dai atau mubaligh)," jelasnya lagi.