REPUBLIKA.CO.ID, SERANG— Alquran adalah salah satu perangkat revolusi mental bangsa Indonesia yang sangat ampuh. Sebab, manfaat Alquran diturunkan salah satunya sebagai obat (syifa').
Koordinator Nasional Nusantara Mengaji Jazilul Fawaid menjelaskan, jika fisik sakit maka akan sangat mudah didiagnosis dan diobati. Tensi darah, kolesterol, dapat mudah diukur.
Akan tetapi, sakit nonfisik sulit dideteksi. Bagaimana mendeteksi sombong, malas, pelit, angkuh, dan lain sebagainya dalam diri seseorang, tentu bukan perkara mudah.
"Nah, Alquran diturunkan untuk mengobati penyakit hati," kata dia dalam peresmian gedung dekanat Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Serang, Banten, yang diawali dengan khataman Alquran, Senin (20/3).
Jazilul menyebut bangsa indonesia perlu direvolusi bukan karena sakit fisik. Melainkan penyakit nonfisik. Oleh sebab itu, Jokowi memprogramkan Revolusi Mental karena bangsa kita bukan sakit fisi, tapi hatinya yang sakit.
Hadir dalam peresmian yang diawali dengan khataman Alquran, kerja sama Nusantara Mengaji, Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi, dan Untirta ini, sejumlah tokoh antara lain Menristekdikti M Nasir, Rektor Untirta Prof Sholeh Hidayat, MUI Cilegon, MUI Provinsi Banten, PCNU Cilegon, dan kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten.
Dalam sambutannya, Menristekdikti M Nasir mengatakan, terdapat 4.000 kampus di Indonesia, kami ingin mengajak kepada semua mahasiswa agar mematangkan mentalnya dengan mengaji kitab suci masing-masing.
Bagi umat Islam tentu saja dengan mengkhatamkan Alquran. Bagi mereka yang beragama Hindu, Buddha, Protestan, dan Katolik tentu saja menghayati kitab suci masing-masing.
"Dengan demikian mental mahasiswa semakin matang dan lulusannya berkualitas secara ilmu dan mental," kata dia.
Menurut Nasir, agar lulusan berkualitas maka apa yang harus dilakukan, seperti dikutip dari kitab Kifayat al-Atqiya', karangan Syekh Nawawi al-Bantani, hendaknya segenap mahasiswa menjadikan tujuan hidup ibarat mutiara.
Mutiara hanya tumbuh dari lingkungan dan kondisi yang baik. Mutiara tak bisa muncul dari orang yang sakit hatinya, sombong, malas, suka mengadu domba, dan gemar menyebar hoax.
Dia menyebut, national competitism yaitu meliputi tenaga terampil dan kekuatan inovasi (research) harus dimiliki.
"Jika ini kita jalani maka tidak akan ditemukan doktor palsu, ijasah palsu, dan kampus palsu," kata dia.