REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Divisi Pengembangan Usaha Majelis Taklim Wirausaha (MTW), Syahru Ryantinov, mengingatkan sistem ekonomi Indonesia terkekang riba. Pasalnya, sejak jaman dulu Indonesia telah terjangkit utang yang tanpa terasa sudah menumpuk, serta terkekang bunga yang harus dibayarkan.
"Baik utang ke kulit putih atau negara-negara Barat, kulit kuning atau Cina, dan kulit coklat seperti 8 Dewa atau 9 Naga," kata Syahru saat jadi pembicara seminar MTW di Masjid Al Ittihad, Sabtu (18/3).
Itu, lanjut Syahru, membuat sejak dulu masyarakat harus pasrah tidak mengalami perkembangan karena usaha yang ada tidak pernah dilakukan berjamaah. Padahal, seharusnya umat Islam melakukan tugas secara pintar, tidak mengacak-acak dan menjadi pengembang ekonomi di Indonesia dan dunia.
Selain itu, sistem berjamaah akan mendukung umat menjadi subyek dan bukan lagi obyek, lewat program kemitraan bukan waralaba atau francise, dan menjamaahkan pasar tradisional. Bahkan, ia menilai sistem jamaah akan membuat perusahaan memiliki nilai, membuat masyarakat tidak menjadi peminta.
"Tapi, kita harus lupakan egoisme pribadi, gandeng saudara-saudara kita dengan skema bagi hasil yang jelas, dibandingkan meminjam uang di bank," ujar Syahru.
Ia mengingatkan, semua itu tentu harus dilakukan secara pintar, sehingga bisa menjadi masif karena diimplementasikan secara baik. Menurut Syahru, sistem Koperasi Syariah 212 sendiri akan melanggar kaidah retail yang selama ini ada secara baik, serta akan mematahkan sistem kapitalisme di bisnis retail.
"Saatnya umat selamatkan umat, karena permasalahan umat Islam harus diselesaikan umat Islam sendiri," kata Syahru.