REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu karya seni Islam yang masih tetap hidup dan terus lestari adalah seni kaligrafi. Seni ini masuk pada bagian seni visual. Dalam buku Ensiklopedi Islam dijelaskan, istilah kaligrafi dalam peradaban Islam dikenal dengan khath yang artinya tulisan atau garis dan istilah khath ini ditujukan untuk tulisan yang indah (al-kitabah alijamilah atau al khatt al-jamil).
Istilah khath ini dikemukakan oleh Syekh Syamsuddin al-Akfani yang merupakan orang alim yang menulis berbagai cabang ilmu tasawuf, kedokteran, dan lain-lain. Dalam kitabnya Irsyad al-Qasid yang berisi tentang ahlak tasawuf, pada bab Hasyru, Ulum.
Khath adalah ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, penempatannya, dan cara merangkainya menjadi sebuah tulisan. Syekh Syamsuddin al-Akfani juga mengatakan bahwa khath ialah apa yang ditulis dalam baris-baris, bagaimana cara menulisnya, dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis.
Selain itu, khath juga kata Syekh Syamsuddin al-Akfani digunakan untuk mengubah ejaan perlu diubah dan bagaimana mengubahnya. Pengertian ini merujuk pada syarat-syarat bagi terbentuknya tulisan-tulisan yang bagus, yaitu kesempurnaan anatomi huruf, sistem tata letak (layout), struktur atau komposisi garis dan ruang, etika penulisan, dan pengelolaan alfabet.
Di dunia Islam kaligrafi sering disebut sebagai "seni-seni Islam" (the art of Islamic) yang artinya suatu kualifikasi dan penilaian yang menggambarkan ke dalam makna yang esensinya berasal dari keseluruhan nilai dan konsep keimanan.
Kaligrafi Islam adalah tulisan heiroglif Mesir (Kanaan, Semit) lalu pecah menjadi khatt Feniq (Fenisia) yang terpecah lagi menjadi Arami (Aram) dan Musnad (kitab yang memuat segala macam hadis).
Menurut al-Maqrizi (1364-1442) seorang ahli sejarah abad keempat, Musnad adalah kaligrafi yang mula-mula dari sekian banyak jenis khath yang dipakai oleh masyarakat Himyar (suku yang mendiami Semenanjung Arabia bagian barat daya kurang lebih (115-525 SM) dan raja-raja suku Ad (Hadramaut Utara).
Dari situlah, lahirlah khath Kufi (Kufah). Di dalam kitab Syauq al Mustaham fi Ma'riafati Rumuz al-Aqlam (yang berisi tentang teori tulisan kaligrafi), Ibnu Washiyah an-Nabti seorang pengarang kitab al-Filat an Nabatiya (Pertanian Nabati) menyimpulkan bahwa peletakan dasar-dasar khath Kufi adalah Ismail bin Ibrahim AS.
Masih menurut buku Ensiklopedi Islam, sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab kurang terbiasa membaca dan menulis. Mereka lebih menyukai tradisi menghafal. Seperti untuk menghafal syair-syair, nama-nama silsilah, transaksi atau perjanjian disampaikan dari mulut ke mulut tanpa catatan. Hanya sedikit kalangan tertentu, seperti kalangan bangsawan Arab yang menguasai keterampilan membaca dan menulis.
Sampai pada masa awal Islam, yakni zaman Rasulullah SAW dan al-Khulafa ar-Rasyidun, corak kaligrafi masih kuno dan mengambil nama-nama yang dinisbahkan kepada tempat-tempat di mana tulisan dipakai, seperti Makki (tulisan Mekah), Madani (Madinah), Hejazi (Hedzjaz), Anbari (Anbar), Hiri (Hirah), dan Kufi (Kufah). Kufi yang paling dominan dan satu-satunya kaligrafi yang dirajakan untuk menulis mushaf (kodifikasi) Alquran sampai akhir kekuasaan al-Khulafa ar-Rasyidun.