Senin 13 Mar 2017 09:02 WIB

Belajar dari Nabi Yunus

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Bangunan makam Nabi Yunus di Irak hancur akibat serangan ISIS pada 24 Juli lalu. (ilustrasi)
Foto: EPA
Makam Nabi Yunus di Mosul, Irak utara, hancur akibat serangan gerilyawan ISIS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di dalam tafsir Fi Dzilalil Quran, Said Quthb menjelaskan, Nabi Yunus disebut juga Dzun Nun yang berarti pemilik paus. Maknanya, paus telah menelannya kemudian memuntahkannya. Kisahnya terjadi saat dia diutus ke suatu negeri dan mendakwahkan penduduknya untuk beriman kepada Allah SWT. Namun, mereka mengabaikan dakwahnya.

Dadanya menjadi sempit dan dia pergi meninggalkan mereka dalam keadaan marah. Dia tidak bersabar terhadap rintangan dakwah bersama mereka. Dia menyangka bahwa Allah tidaklah mempersempit lingkup dakwahnya di bumi karena bumi itu sangat luas. Negerinya pun banyak dan kaum-kaumnya bermacam-macam. Selama orang-orang yang ada di kaumnya mendustai dakwah, Allah pasti mengutusnya. Allah akan mengarahkannya kepada kaum lainnya.

Itulah makna dari "..Lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya).."? (QS al-Anbiya:88). Said Quthb menulis, kemarahan Yunus yang menggelora menuntunnya ke tepi pantai hingga menumpang kapal sampai akhirnya ditelan paus. Di dalam perut paus, Yunus bertobat dan mengakui kesalahannya. Dia memohon ampun karena merasa termasuk orang-orang yang zalim. 

Allah pun mengabulkan doanya. Tuhan menyelamatkannya dari duka dan kesempitan. Paus itu lantas memuntahkannya ke daratan. Jika saja dia tidak termasuk mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut itu sampai hari berbangkit. Yunus lantas dilemparkan ke daerah yang tandus dalam keadaan sakit. Ditumbuhkan untuk sang Nabi sebatang pohon dari jenis labu. Kemudian, Allah mengutusnya kepada seratus ribu orang atau lebih. Mereka pun beriman karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu tertentu. (QS as-Shafaat: 148).

Said Quthb menjelaskan, Allah menimpakan kesempitan kepada Nabi Yunus lewat tekanan bertubi-tubi dari kaumnya. Padahal, jika saja dia menerima dan bersabar terhadap sikap kaumnya, tekanan itu akan lebih mudah dan ringan. Akhirnya, Yunus mengakui kezaliman yang dilakukan kepada dirinya sendiri. Pun dakwahnya dan kewajibannya saat ditelan paus. Allah pun menjaganya dan menyelamatkannya dari duka dan bencana. Allah mengembalikan Yunus kepada kaumnya yang berjumlah seratus ribu orang itu. Mereka beriman, beristighfar, dan meminta ampunan dari Allah. Allah pun mendengar permintaan mereka dan tak menurunkan azab bagi mereka yang sudah bertaubat.

Secara singkat, hikmah kisah Yunus menurut Said Quthb adalah para penyampai dakwah mau tidak mau harus menanggung beban dakwah. Bersabar atas atas pendustaan dan penyiksaan sebagai konsekuensi menjadi dai. Meski pahit, orang yang menanggung beban dakwah harus bersabar bertahan dan istiqamah. Jalan dakwah bukan jalan mudah. Banyak rintangan kebatilan, kesesatan, tradisi, dan adat. Setiap hati harus dihidupkan dengan menyiapkan terlebih dahulu sarana untuk menyentuh daya responnya. Istiqamah, sabar, dan harapan menjadi kunci sentuhan itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement