REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abdullah bin Jahsy sudah mengagumi sosok Muhammad SAW sebelum masa kenabian. Lahir dan besar di permukiman sekitar Ka'bah, Makkah, dia masih berkerabat dengan Nabi Muhammad.
Saudara perempuannya, Zainab binti Jahsy, kelak merupakan istri Nabi. Adapun ibunya, yakni Aminah binti Abdul Muththalib, merupakan saudara kandung kakek Nabi.
Tapi, kekaguman Abdullah bin Jahsy lantaran agungnya akhlak Muhammad sejak masa belia. Oleh penduduk Makkah, Muhammad diberi gelar al-Amin.
Ketokohan Muhammad muda semakin mencuat setelah peristiwa Hajar al-Aswad. Kala itu, para pemimpin kabilah Makkah berebut mendapatkan kehormatan meletakkan kembali batu mulia tersebut ke Ka'bah.
Hal ini setelah pembenahan atas kompleks Baitullah tersebut hampir selesai sebagai penanggulangan bencana banjir yang sempat melanda.
Masing-masing pemuka kabilah bersikeras bahwa mereka yang paling mulia di antara yang lain. Hampir saja, saling klaim ini berujung pada perang bila tidak ada inisiatif.
Mereka bersepakat menunjuk seorang penengah kepada siapa pun yang pertama kali masuk ke Baitullah keesokan pagi. Semua orang gembira ketika mendapati orang itu adalah Muhammad al-Amin.
Abdullah bin Jahsy termasuk yang menyaksikan kebijaksanaan Muhammad muda. Al-Amin membentangkan kainnya dan meminta setiap kepala kabilah memegang tepi kain tersebut.
Lantas, Hajar al-Aswad ditaruhnya di atas bentangan kain. Dengan demikian, setiap kabilah merasa terwakili karena sama-sama membawa batu mulia itu ke Ka'bah.
Akhirnya, Muhammad meletakkan Hajar al-Aswad kembali pada dinding Ka'bah. Sejak peristiwa tersebut, Abdullah bin Jahsy semakin terinspirasi oleh Muhammad. Setiap hari, Abdullah bin Jahsy berusaha menghabiskan waktu bersama Muhammad dan para sahabat agar bisa belajar banyak darinya, baik dalam hal tutur kata, gagasan, maupun perilaku.