REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bicara soal masjid atau Islam di Cina tak akan lepas dari keberadaan suku Uighur. Siapakah mereka? Mereka adalah salah satu suku minoritas di Cina. Menilik sejarahnya, mereka merupakan keturunan dari suku kuno Huihe yang tersebar di Asia Tengah, menuturkan bahasa Uighur, dan memeluk agama Islam.
Selain di Cina, populasi suku ini juga ada di Kazakhstan, Kirgistan, dan Uzbekistan. Suku Uighur bersama suku Hui menjadi suku utama pemeluk Islam di Cina. Namun, ada perbedaan budaya dan gaya hidup yang kentara di antara mereka. Suku Uighur lebih bernapaskan Sufi, sedangkan suku Hui lebih pada mazhab Hanafi. Saat ini di Cina, suku Uighur terpusat di Daerah Otonomi Xinjiang.
Sebagai penganut Islam, tentu saja suku Uighur juga membangun banyak masjid sebagai tempat beribadah. Salah satunya yang unik adalah Masjid Emin dengan menara oktagonal menjulang tinggi yang disebut-sebut sebagai menara tertinggi di Cina.
Untuk memahami arsitektur masjid-masjid suku Uighur ada baiknya memperhatikan terlebih dahulu masjid-masjid Sunni di Asia Tengah, terutama di Bukhara dan Samarkand. Di dua kota itu, pengaruh Persia pada arsitektur bangunan sangat kental.
Masjid bergaya Persia umumnya dibangun menggunakan batu-bata dengan menara berbentuk silindris, sementara bangunan utama memiliki taman di tengah dan dilengkapi iwan. Sejak era Timurid, kubah jadi ornamen tambahan. Masjid-masjid pertama yang dibangun di Cina memiliki model, seperti itu, misalnya masjid di Quanzhou.
Sedangkan, masjid-masjid Uighur pun lebih ''berkiblat'' pada gaya masjid di Bukhara. Contohnya adalah Masjid Emin dan menaranya. Hanya, kemudian terjadi perpaduan dengan kultur lokal. Dalam tradisi lokal Uighur, sebuah bangunan senantiasa dilengkapi ruangan beratap kayu sebagai tempat ibadah saat musim panas.