Jumat 03 Mar 2017 22:03 WIB
Runtuhnya Khalifah Utsmani

Membebaskan Konstantinopel Puncak Kesuksesan Khalifah Utsmani

Istanbul, Turki
Foto: IST
Lukisan Sultan Muhammad Al Fatih

Ia yang memiliki nama kecil Mehmed Celebi itu itu pun menjadi sultan yang dijanjikan Rasulullah untuk menaklukkan Ibu Kota Kerajaan Romawi saat itu, Konstantinopel. Kota itu pun bersalin nama menjadi Islambul yang pada kemudian hari berganti menjadi Istanbul dan bertahan hingga saat ini.

“Sungguh, Konstantinopel akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah penakluknya. Dan, sebaik-baik pasukan adalah pasukannya.” (HR Ahmad).

Di usia sekitar 11 atau 12 tahun, ia dikirim ayahnya ke sebuah kota Amasya untuk menjadi gubernur. Tak sampai satu tahun, ayahnya mengundurkan diri sebagai Sultan dan menyerahkan tampuk kesultanan kepada Al Fatih.

 

Pemikiran Sultan Murad II sangat terpengaruh oleh pemikiran ulama-ulama Islam kala itu, khususnya oleh pemikiran penasihat terdekatnya, Molla Gurani, serta Syaikh Syamsuddin yang di kemudian hari mendorongnya untuk menaklukkan Konstantinopel.

 

Di tahun pertamanya naik tahta, Kekaisaran Hungaria menyerang dan melanggar perjanjian gencatan senjata. Ia sempat kewalahan dan meminta ayahnya kembali menjadi Sultan untuk memimpin pasukan.

 

Namun ayahnya menolak karena telah memutuskan untuk menjalani hidup tenang di Barat Daya Anatolia. Mehmed II yang marah kemudian mengirimkan surat kepada ayahnya.

 

“Bila ayah adalah Sultannya, datanglah dan pimpinlah pasukan ayah. Bila aku adalah Sultannya, aku memerintahkan ayah untuk datang dan memimpin pasukanku.” Murad II tergugah, datang membantu, dan memenangkan Pertempuran Varna yang dimulai pada 10 November 1444.

Umurnya belum genap 20 tahun saat dilantik menjadi khalifah. Namun, Al Fatih tanpa ragu-ragu langsung memantapkan diri untuk membebaskan ibu kota Romawi Timur, Konstantinopel. Tapi bukan perkara mudah menaklukkan Konstantinopel.

 

Pengambilan keputusan itu jelas perlu keberanian tinggi. Alasannya, puluhan sultan yang hendak menaklukkan Konstantinopel selalu gagal. Ditambah bujukan pejabat Utsmani yang membisiki Al Fatih jika mereka takkan sanggup melawan aliansi Romawi Timur dan negara-negara Eropa.

 

Keberanian Muhammad II juga terbukti di lapangan. Beliau benar-benar berada di antara pasukan Muslim dan musuh. Padahal, mereka hanya berjarak puluhan meter. Lalu, karena Konstantinopel dikelilingi laut, maka saat melakukan itu guna memompa semangat juang pasukannya, beliau menceburkan diri bersama kudanya hingga permukaan laut mencapai dada kudanya.

 

Bahkan, saat berjihad di kawasan Balkan (Bosnia, Serbia, Kroasia, dan lain-lain) beberapa tahun kemudian, setelah pasukan beliau sempat dipukul mundur oleh pasukan musuh yang menghadang dengan meriam-meriam di balik pepohonan, Muhammad II berinisiatif memacu kudanya secepat mungkin mencapai hutan, tempat musuh berada. Tindakan yang diikuti serdadunya itu membuat musuh tidak sempat lagi menghujani mereka dengan mortir.

Al Fatih seorang pemimpin umat terbaik. Pemimpin yang mempunyai keberanian melebihi orang yang paling berani dari rakyatnya, bahkan tentaranya. Ia berani membuat keputusan, berani mempersiapkan dan mempertahankannya hingga berhasil, dan berani melawan siapa dan apa pun yang menghadang, termasuk meriam sekalipun. Bagaimanapun, “Sesungguhnya imam (pemimpin/ kepala pemerintahan) itu seperti perisai (bagi rakyatnya).” (HR Muslim). Perisai berfungsi melindungi, dan selalu lebih dulu menghadapi ancaman dan serangan.

Pengepungan Konstantinopel berlangsung selama 53 hari. Sekitar 250 ribu tentara dikerahkan Al Fatih. Termasuk janissary, pasukan elite Kesultanan Ustmani. Pengepungan selama hampir dua bulan itu menguras banyak biaya, tenaga, dan emosi. Sebab, bukan perkara mudah menaklukkan Konstantinopel yang dijuluk ‘Kota dengan Pertahanan Terbaik’ di abad pertengahan.

 

Seluruh wilayah kota Konstantinopel dibatasi laut, kecuali sebelah barat. Sedangkan tujuh kilometer tembok benteng wilayah baratnya terdiri dari tiga lapis tembok yang dikenal dengan nama tembok theodosius. Tembok ini terbentang dari teluk Tanduk Emas (Golden Horn) hingga laut Marmara.

 

Bagian terdalam tembok benteng sebelah barat yang bersentuhan langsung dengan kota bernama tembok Mega Teichos atau tembok dalam. Tingginya tak main-main, 18-20 meter dengan ketebalan tembok lima meter.

 

Bagian tembok kedua dikenal dengan nama mikron teichos atau tembok luar. Di antara tembok dalam dan tembok luar terdapat peribolos atau teras selebar 15-20 meter dengan tinggi lima meter. Sedangkan tembok sebelah utaranya tepat di wilayah perairan teluk Tanduk Emas sangat rentang akan serangan.

 

Tetapi Kekaisaran Romawi sadar akan kelemahan itu membentangkan rantai besi raksasa sepanjang 275 meter untuk menutup akses ke teluk Tanduk Emas (Golden Horn). Rantai ini diikat pada menara Euginius sebelah selatan dan pada tembok Castellion di Galata sebelah utara Konstantinopel, sempurna menahan kapal-kapal yang ingin menyerang Konstantinopel.

Setelah berkali-kali gagal menjebol tembok benteng, Al Fatih memanfaatkan celah di Tanduk Emas untuk menyerang. Pasukan Romawi terlalu yakin, tentara Muslim tidak akan sanggup melewati rantai besi yang diklaim sebagai pertahanan sempurna.

 

Ide cerdas yang tidak pernah terpikirkan pun dilontarkan Al Fatih. Sultan memerintahkan pasukannya menarik dan menggotong kapal mereka melalui jalan darat, melewati pegunungan tak lagi berlayar melewati laut untuk menghindari rantai besi.

 

Dalam semalam 70 kapal laut pindah dari selat Bosphorus menuju selat Tanduk, untuk kemudian melancarkan serangan tidak terduga yang berakhir dengan kemenangan yang dinanti berabad-abad.

 

Lewat serangan pamungkas tersebut, sebelum azan Subuh berkumandang pada 29 Mei 1453, Konstantinopel berhasil dibebaskan kaum Muslimin lewat kepemimpinan Al Fatih. Usianya saat itu 21 tahun kurang satu hari.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement