REPUBLIKA.CO.ID, Puluhan lukisan kaligrafi tulisan Alquran terpampang di selasar utama Lantai 2 Masjid Istiqlal, Jalan Taman Wijayakusuma, Pasar Baru, Jakarta Pusat. Lukisan kaligrafi ini merupakan karya dari santri dari sejumlah pondok pesantren. Bahkan, ada pula lukisan kaligrafi dari mantan Raais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, KH Ahmad Mustofa Bisri, atau biasa dikenal Gus Mus.
Tidak hanya itu, di sisi lain selasar tersebut ada pula pameran arsip-arsip kesejarahan Masjid Istiqlal. Mulai dari rencana pembangunan masjid yang diprakarsai oleh Presiden Soekarno, peresmian oleh Presiden Soeharto, hingga foto-foto tamu negara yang pernah mengunjungi Istiqlal. Selain itu, ada pula pameran mushaf-mushaf Alquran yang menjadi koleksi masjid yang diresmikan pada 1978 tersebut. Pameran ini juga dilengkapi dengan adanya penjelasan tentang sejarah-sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
Pameran benda seni Islam dan arsip-arsip kesejarahan Istiqlal ini merupakan bagian dari pameran Festival Istiqal dalam rangka memperingati Milad ke-39 masjid yang namanya memiliki arti 'Merdeka' tersebut. Hampir selama sepekan, 22 hingga 27 Februari, Festival Istiqlal ini digelar. Festival ini diselenggarakan oleh Direktoran Warisan dan Diplomasi Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) bekerja sama dengan Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal (BPPMI).
Sebenarnya, rangkaian merayakan Milad Istiqlal ini sudah dilakukan sejak 10-21 Februari, yaitu dengan menggelar aksi bersih-bersih masjid yang dilakukan oleh gabungan elemen masyarakat dan komunitas pencinta alam. Kemudian, diikuti pembukaan Festival Istiqlal pada 22 Februari, yang dihadiri oleh Mendikbud, Muhadjir Effendy, sekaligus membuka secara resmi pameran merayakan milad Istiqlal.
Menurut Dirjen Kebudayaan Kemndikbud Hilmar Farid, insipirasi penyelenggaraan Festival Istiqlal pada 2017 tidak terlepas dari kesuksesan pelaksanaan Festival Istiqlal pada 1991 dan 1995. Pada saat itu, kata dia, festival tersebut benar-benar menarik perhatian pengunjung. Terlebih dengan banyaknya ragam benda-benda ataupun materi-materi yang ditampilkan, mulai dari mushaf-mushaf Alquran dari berbagai negara Islam. Selain itu, hadir pula kaligrafi-kaligrafi yang menggambar corak dan kekhasan Indonesia.
Hilmar mengungkapkan, saat ini memang ada kebutuhan untuk mengangkat kembali dimensi yang agak dilupakan dari umat Islam di Indonesia, terutama mengenai sejarah, peradaban, dan kebudayan Islam. Kegiatan Festival Istiqlal 2017, ujar dia, sudah direncanakan sejah tahun lalu. Festival Istiqlal ini diharapkan, dapat menjadi ruang bagi masyarakat luas untuk bisa mengakses informasi tentang sejarah, peradaban, dan kebudayaan Islam di Indonesia.
Antusiasme masyarakat terhadap pameran di Festival Istiqlal ini memang cukup besar. Pengunjung pun beragam, mulai dari masyarakat asal Jakarta yang kebetulan beribadah di Istiqlal hingga pengunjung yang berasal dari luar kota. Menurut Kepala Humas dan Bagian Protokoler Masjid Istiqlal, Abu Hurairah, untuk rata-rata pengunjung pameran memang fluktuatif. Namun, pengunjung paling banyak biasa terjadi pada akhir pekan, mulai dari Jumat hingga Ahad.
"Yang banyak ya Jumat sampai Ahad. Cukup lumayan, terakhir Ahad (pekan lalu) itu melimpah banget. Kebetulan memang pas lagi ada acara tabligh akbar di Istiqlal. Yah pada saat puncaknya bisa mencapai ribuan orang," tutur Abu kepada Republikaco.id.
Salah satu pengunjung pameran Festival Istiqlal, Nella (29 tahun), mengaku, terkesan dengan arsip-arsip yang ditampilkan mengenai sejarah pembangunan Masjid Istiqlal. Lewat pameran ini, kata Nella, masyarakat luas jadi semakin mengetahui soal aspek keragaman yang ada di Istiqlal. Salah satunya adalah arsitek dari Masjid Istiqlal ternyata adalah seorang penganut agama Protestan, yaitu Frederik Silaban. "Mungkin selama ini belum banyak orang yang tahu soal ini," ucapnya.
Harapan terhadap Masjid Istiqlal juga diungkapkan Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kemasyarakatan di Keuskupan Agung Jakarta di Gereja Katedral Jakarta, Romo Antonius Suryadi. Memasuki usia ke-39 tahun, Masjid Istiqlal telah memiliki perjalanan sejarah yang begitu panjang. Romo Suryadi menyarankan, agar mungkin BPPMI bisa mengeluarkan semacam buku sejarah perkembangan Masjid Istiqlal dari masa ke masa dan proyeksinya pada masa mendatang.
"Semoga Istiqlal bisa menjadi pelopor untuk keragaman bangsa Indonesia ini. Untuk itu, Katedral sungguh-sungguh mengarapkan kerja sama tersebut," katanya kepada Republika.
Kerja sama tersebut, ujar Romo Suryadi, dapat dalam bentuk pelaksanaan dialog-dialgo dengan isu-isu keragaman dan pluralisme yang dilakukan oleh Istiqlal dan Katedral sebagai pelaksana. Selain itu, ada pula kerjasama antara anak-anak muda dari Masjid Istiqlal ataupun Gereja Katedral. Kerjasama ini seperti menyelenggarakan kegiatan kamping bersama.