REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Membina dan membimbing mualaf telah menjadi salah satu program yang diusung oleh sejumlah lembaga amil zakat, infak, dan sedekah di Indonesia. Hal ini mereka wujudkan dengan mendirikan pusat-pusat mualaf guna dimanfaatkan sebagai sarana belajar. Dengan demikian, para mualaf diharapkan mampu mendalami nilai dan syariat Islam, kemudian mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Rumah Zakat adalah salah satu lembaga amil zakat yang memiliki program khusus untuk mualaf. Menurut CEO Rumah Zakat Nur Efendi program khusus mualaf ini telah dirintis sejak 2014 lalu. Ketika itu, Rumah Zakat mendirikan Mualaf Center Rumah Zakat (MCRZ), yang lokasinya berada di Yogyakarta dan Palu, Sulawesi Tengah.
Menurut Nur, didirikannya MCRZ memang dimaksudkan untuk menghadirkan sarana belajar bagi para mualaf. Ia menilai, dana zakat yang telah dihimpun Rumah Zakat, sudah sepatutnya dialokasikan sebagian untuk kepentingan mualaf. "Kalau kita mengacu pada (surah) at-Taubah tentang distribusi (zakat), itu kan salah satunya ada bagian dari mualaf," ujarnya kepada Republika, Senin (30/1).
Merujuk pada dalil itu, Nur menerangkan, Rumah Zakat berupaya menyisihkan dana zakat yang dihimpunnya guna mengakomodasi kebutuhan mualaf, yakni dengan mendirikan MCRZ. Dia berpendapat, memang belum banyak lembaga amil zakat yang memberi perhatian terhadap hal ini.
Nur menjelaskan, MCRZ memiliki dua fokus utama dalam kegiatannya, yakni melakukan pendampingan dan pembinaan kepada mualaf. "Pendampingan ini perlu supaya mereka (setelah memeluk Islam) tidak berpindah agama lagi. Setelah didampingi, baru kita bina," ujarnya.
Proses pembinaan kepada mualaf di MCRZ mencakup dua aspek utama. Yakni aspek spiritual atau akidah dan aspek ekonomi. Pada aspek akidah, para mualaf di MCRZ dibimbing untuk mengetahui berbagai hal tentang Islam. "Jadi, kita ajarkan tentang (tata cara) shalat, kemudian shalatnya diarahkan untuk ke masjid, membaca Alquran. Initinya segala hal tentang akidah," ujar Nur menjelaskan.
Sementara, pembinaan ekonomi dilakukan untuk menjadikan para mualaf mandiri. Menurut Nur, tak sedikit mualaf di MCRZ yang harus tersisih karena tidak diakui lagi oleh keluarganya seusai memeluk Islam. "Di pembinaan ini kita gali potensi (keterampilan) yang ada (pada mualaf). Atau barang kali ada di antara mereka yang sudah memiliki usaha, itu akan kita sokong usahanya, baik secara modal ataupun pelatihan supaya usahanya semakin mandiri," kata Nur.
Untuk mengikuti pembinaan-pembinaan tersebut, sebagian mualaf memutuskan untuk menetap di MCRZ. Kemudian, sebagian lainnya biasanya datang rutin setiap pekan. Nur menilai, keberadaan Mualaf Center memang cukup dibutuhkan oleh kalangan mualaf. Sebab, berdasarkan data yang tercatat di MCRZ, setiap tahunnya selalu ada peningkatan jumlah mualaf. "Seperti 2016 lalu (mualaf binaan MCRZ) meningkat sekitar 300 orang secara keseluruhan," ujarnya.