Ahad 05 Feb 2017 19:21 WIB

Imam Masjid Agung Keraton Solo Sambut Baik Wacana Sertifikasi Khatib

Rep: Andrian Saputra/ Red: Agus Yulianto
 sekitar 10 ribu umat muslim Solo melakukan istighosah bersama di Masjid Agung Keraton Kasunanan Solo (Ilustrasi)
Foto: Republika/Adrian
sekitar 10 ribu umat muslim Solo melakukan istighosah bersama di Masjid Agung Keraton Kasunanan Solo (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  SOLO -- Imam Besar Masjid Agung Keraton Kasunanan Solo, Muhammad Muchtarom menyambut baik wacana sertifikasi terhadap khatib. Menurutnya, hal tersebut dapat berdampak baik pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam hal ini khatib di setiap Masjid.

Wacana sertifikasi terhadap khatib dikemukakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, menyusul adanya keluhan masyarakat yang mendapati khutbah mengandung ejekan-ejekan terhadap kelompok lain, provokasi hingga dikhawatirkan memecah belah persatuan dan kesatuan.

"Prinsip yang mendasarinya sebenarnya baik, kami berkhusnudzon saja, wacana ini sudah tahu lalu, ingin sinkronisasi masalah syar'i," tutur Mochtarom pada Ahad (5/2).

Kendati demikian, dia tak sepakat jika pemerintah juga ikut mengatur prihal konten khutbah di masjid-masjid.  "Kalau konten itu kebebasan, jangan sampai terkungkung. Kalau sifatnya adabul khotib tidak masalah, diberi pelatihan, seminar sehingga khotib kualitasnya bagus tidak masalah," kata dia.

Dia menyarankan, agar pemerintah mengawali sertifikasi dan standarisasi mulai dari masjid-masjid yang terdapat di kantor lembaga-lembaga pemerintah, dan masjid-masjid besar tiap daerah. Di lain sisi, Muchtarom mengatakan, hal tersebut akan memperkuat pembekalan yang selama ini di lakukan Masjid Agung Keraton Solo terhadap khatib-khatib.

Dia menjelaskan, ada sekitar 16 khatib yang secara bergantian mengisi khutbah terutama dalam pelaksanaan sholat Jumat. Kata dia, setiap khatib diingatkan kembali konsep dasar, hukum, dan segala sesuatunya berkaitan dengan ilmu khutbah.

Muchtar mengatakan, khatib dilarang dalam khatbahnya membawa muatan-muatan politik, mencaci kelompok lain, atau melakukan provokasi. "Kontennya jangan sampai menyinggung politik praktis, masalah khilafiyah juga hati-hati, kami lebih baik mengadakan seminar dan mengundang segelintir saja jamaah untuk hak itu. Untuk hal-hal itu kami sudah ada standarnya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement