Kamis 02 Feb 2017 10:48 WIB

Menangis, Menghardik Ulama, dan Bukti Percakapan 10.16

Ketua MUI Ma'ruf Amin hadir menjadi saksi pada persidangan kedelapan perkara dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di di Gedung Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Selasa (31/1).
Foto:
Massa dari berbagai ormas Islam melakukan aksi saat sidang kasus penistaan Agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang berlangsung di Auditorium Kementan, Jakarta, Selasa (31/1).

Ahok berada di atas angin setelah mampu mempermalukan saksi dari FPI itu. Sayangnya, Ahok terlalu merasa percaya diri. Di sidang terakhirnya, atau sidang kedelapan, pada Selasa (31/1), Ahok dengan kalimat seenaknya menyerang seorang ulama karismatik, Kiai Haji Ma'ruf Amin.

Blunder besar pun dilakukan kubu Ahok dengan menyebut memiliki bukti percakapan dua orang. Sekali lagi 'percakapan dua orang' antara seorang Kiai Ma'ruf dengan SBY. Percakapan dilengkapi dengan bukti detail mengenai waktu pada '10 titik 16' alias pukul 10:16 WIB Kamis 6 Oktober 2016.

Isi percakapannya pun sempat dikonfrontasi oleh kuasa hukum Ahok. Yakni soal harapan SBY agar rais aam NU itu menerima kedatangan pasangan nomor urut satu di kantor PBNU. Yang kedua, soal order fatwa dari SBY terkait kasus penodaan agama yang menjerat Ahok.

Ahok juga dengan entengnya mengutarakan kalimat yang cukup tajam kepada Kiai Ma'ruf. Kiai yang dihormati dan jadi panutan warga Nahdlatul Ulama ini pun dengan entengnya disandingkan dengan kata 'zalim' dan melawan Tuhan dalam kalimat tanya Ahok.

"Percayalah, sebagai penutup, kalau Anda menzalimi saya, yang Anda lawan adalah Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Esa. Saya akan buktikan satu per satu dipermalukan. Terima kasih," kata Ahok dalam sidang kala itu.

Sontak usai sidang itu, warga NU marah akibat ulama yang menjadi simbol mereka dilecehkan. Sehari setelah momen itu, Ahok sempat ditanya oleh wartawan soal kemungkinannya meminta maaf.

"Aku enggak ngerti kenapa kami harus minta maaf? (Masalah ini) Kan (dibuat) penghasut untuk adu domba?" ujar Ahok kepada wartawan disela kampanyenya di kawasan Marunda, Jakarta Utara, Rabu (1/2) sekitar pukul 13.00 WIB.

Namun, selang beberapa menit kemudian, ketika waktu memasuki sekitar pukul 14.00 WIB, episode kisah mendadak berubah. Ahok meminta maaf.

Kasihan juga kepada wartawan yang harus menulis berita yang bertolak belakang. Pertama menulis tajuk 'Ahok Menolak Minta Maaf' dan 'Ahok Meminta Maaf' hanya dalam hitungan menit. Sejatinya ketidakkonsistenan bukan di pihak wartawan si penulis berita.

Entah apa lagi kisah atau drama yang akan terjadi. Yang jelas, mari kita kawal agar persidangan lebih fokus pada substansi kasus penodaan agama. Jangan lagi melebar menjadi ajang bak kisah 'Oh Mama Oh Papa' yang penuh air mata.

Jangan juga jadi media untuk mempermalukan seorang ulama. Apalagi kampanye untuk menghancurkan keharmonisan bangsa.

Bagi Ahok dan kuasa hukumnya, pembuktian akan lebih baik dibanding sekadar menangis atau akrobat kata. Dan publik kini sedang menunggu pembuktikan soal percakapan di waktu yang menunjukkan 10:16 antara dua orang, yakni SBY dan kiai Ma'ruf. Mari kita nantikan bukti sahih soal 10:16 itu. Pembuktian yang tentu tak bisa dilakukan dengan cara menangis apalagi menghadik ulama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement