REPUBLIKA.CO.ID, MICHIGAN -- Dukungan Muslim di Deadborn, Michigan, terhadap Presiden Donald Trump terbagi dua, setelah Trump mengeluarkan kebijakan pembatasan imigrasi. Meski beberapa orang menyatakan keberatan dan melayangkan protes, beberapa lainnya tetap mengambil sisi positif dari perintah eksekutif Trump itu.
"Mereka tidak perlu khawatir karena perintah itu tidak bertentangan dengan Islam. Kita memiliki 67 negara-negara Muslim. Semua dari mereka dapat datang ke sini," ujar Muslim kelahiran Lebanon, Nedal Tamer (40 tahun), dilansir dari CNN.
Tamer percaya perintah itu dapat membantu menggagalkan terorisme, yang pada akhirnya akan menguntungkan komunitas Muslim. "Kami memiliki ancaman besar dari ISIS, dan Presiden telah melakukan hal yang benar," ungkapnya.
Tamer bukan satu-satunya Muslim di Dearborn yang mencoba menenangkan komunitasnya. Mike Hacham (23) juga menyatakan, mendukung sebagian besar perintah-perintah eksekutif Trump.
Hacham adalah pemimpin komunitas Muslim yang aktif di Deadborn. Sebanyak 40 persen dari penduduk Deadborn merupakan keturunan Arab-Amerika dan mayoritas dari mereka beragama Muslim.
Bahkan, Hacham adalah Muslim pertama yang terpilih sebagai delegasi polisi di Dearborn. Namun, kebijakan Trump yang dinilai anti-Islam membuat warga Deadborn memaksanya ikut mengecam.
"Saya berada dalam posisi yang sangat sulit. Mereka mengatakan, dia (Trump) akan mulai mendeportasi Muslim. Namun, saya bilang "tidak, kalian semua aman,"" ujar Hacham.
Akan tetapi, Hacham tidak sepenuhnya mendukung kebijakan Trump. Ia hanya percaya masih banyak negara-negara Muslim lainnya, termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Lebanon, yang tidak ada masuk dalam daftar larangan Trump.
"Saya berharap Trump akan datang ke Dearborn. Saya akan lebih dari senang menunjukkan dia mengenai bagaimana kami menjalani hidup," katanya.
Muslim di seluruh Michigan, sebelumnya juga telah mulai memobilisasi massa untuk melawan larangan perjalanan Trump. Mereka berkumpul di balai kota dengan membawa pesan penolakan.