Senin 30 Jan 2017 20:11 WIB

Menag: Sertifikasi Khatib Aspirasi dari Masyarakat

 Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memaparkan Ekspose Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah 2016, Selasa (20/12).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memaparkan Ekspose Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah 2016, Selasa (20/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan wacana mengenai sertifikasi khatib atau penceramah shalat Jumat merupakan aspirasi dari masyarakat.

"Pemerintah melalui Kemenag hanya memfasilitasi saja aspirasi yang berkembang," kata Lukman di Jakarta, Senin (30/1).

Dia mengatakan pemerintah sebagai fasilitator akan memberikan wewenang standardisasi khatib kepada para ulama yang ada di organisasi kemasyarakatan Islam. Lukman mengatakan pemerintah tidak bertindak sendirian untuk menetapkan sertifikasi khatib. Untuk aspirasi permintaan sertifikasi juga merupakan arus besar dari kalangan masyarakat yang diwakili ormas Islam.

"Siapa yang akan mengeluarkan standar itu. Itu bukan domain kami, itu domain ormas. Sertifikasi itu bukan ide murni saya malah justru mereka yang meminta adanya penataan dan pembinaan," kata dia.

Pemerintah, kata dia tidak ada keinginan melarang masyarakat beribadah, termasuk melarang seseorang boleh berceramah atau tidak. "Pemerintah tidak mengatakan yang tidak bersertifikat atau berstandar kemudian tidak boleh khotbah. Pemerintah tidak punya domain melarang-larang itu. Itu hak masyarakat itu sendiri dan takmir-takmir masjid," kata dia.

Menurut Lukman, ada kecenderungan beberapa masjid menyampaikan khotbah yang justru memicu perpecahan umat Islam karena isi ceramah yang kontradiktif dengan nilai keislaman itu sendiri. Substansi khotbah Jumat, kata Lukman, mencakup banyak hal sesuai rukun khotbah, seperti mengajak jamaah meningkatkan ketakwaannya, memberi nasihat dan mengajak kepada kebaikan.

Akan tetapi, terkadang ada beberapa khatib yang lupa sehingga dalam khotbahnya justru mengejek, membanding-bandingkan dan isi ceramah lainnya yang justru menyampaikan pesan bertolak belakang dengan upaya menasihati pada kebaikan.

Sebaiknya, kata Lukman, ceramah Jumat dilakukan dengan pendekatan promotif bukan konfrontatif. Hal itu seiring dengan prinsip kemajemukan Indonesia dan tidak menimbulkan perpecahan. "Kementerian Agama dan pemerintah mengingatkan agar khotbah disampaikan tidak konfrontatif," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement