REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jenis parfum yang paling awal adalah dupa sehingga aroma disebarkan melalui udara. Menurut Medieval Islamic Civilization: An Encyclopedia Volume I, munculnya kebudayaan Islam sejak abad ke-7 M menandai perubahan dalam pembuatan parfum modern dengan memperkenalkan berbagai tumbuhan herbal dan rempah-rempah.
Wewangian dan substansi eksotis lain, seperti melati dan jeruk, dibudidayakan di Arab jauh dari habitat aslinya di Asia. Salah satu ilmuwan Muslim al-Kindi adalah penemu industri parfum melalui riset menyeluruh dan eksperimen dengan menggabungkan berbagai tanaman untuk menghasilkan aroma parfum yang berbeda-beda.
Berbeda dengan teknik pembuatan parfum ala Mesir, masyarakat Dunia Islam mengembangkan teknik ekstraksi wewangian yang jauh lebih efektif, yaitu lewat distilasi uap. Teknik memproduksi parfum dalam Islam dan teknologi distilasi telah menginspirasi komunitas ilmuwan di budaya Barat selama abad ke-14, terutama di Prancis.
Dokter Muslim dan ahli kimia Ibnu Sina atau Avicenna adalah orang yang memperkenalkan teknik distilasi. Ia pertama kali bereksperimen dengan bunga mawar. Ilmuwan Barat kemudian mengembangkan teknik tersebut dengan penggunaan material mentah lain dan parfum berbahan dasar minyak.
Inovasi modern dalam sejarah pembuatan parfum memang milik bangsa Barat, tapi konsep budaya parfum ditemukan oleh Islam. Nabi Muhammad pernah bersabda, “Mandi pada hari Jumat menjadi kewajiban bagi setiap laki-laki Muslim yang telah menginjak masa pubertas dan gunakanlah wangi-wangian jika tersedia.”
(Baca: Lahirnya Parfum Sebelum Peradaban Islam)