Jumat 13 Jan 2017 04:29 WIB

Bung Karno, Biang dan Otak Piagam Jakarta!

Presiden Sukarno membacakan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Foto: dok. Istimewa
Rapat BPUPKI

Dalam Pendapat Akhir yang disampaikan oleh Ketua Fraksi Mohammad Sardjan, Fraksi Masyumi menegaskan pendiriannya tunduk dan patuh kepada UUD 1945 dan mengajak semua pihak, termasuk Presiden, untuk mematuhi UUD 1945.

Dekrit Presiden ini kemudian dikukuhkan dengan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah jalan tengah cerdas dan dewasa penemuan jati diri bangsa Indonesia yang religius.

Bagi Bung Hatta, Pancasila terdiri dari dua fundamen. Fundamen moral ialah Ketuhanan Yang Maha Esa yang menyinari empat sila lainnya sebagai fundamen politik. "Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa," kata Hatta, "jadi dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan kita untuk menyelenggarakan segala yang baik."

Sedangkan bagi Arnold Mononutu, "Ketuhanan Yang Maha Esa adalah bagi kami, pokok dan sumber dari lain-lain sila. Tanpa Ketuhanan Yang Maha Esa, Pancasila akan menjadi satu filsafat materialistis belaka."

Maka, sekali lagi, tidak ada perlunya bersikap alergi terhadap Piagam Jakarta, apalagi memberi stigma tertentu kepadanya.

Memisahkan Piagam Jakarta dari UUD 1945 sama saja dengan memisahkan gula dari rasa manisnya, atau garam dari rasa asinnya. Sebuah pekerjaan yang sia-sia!

 Wallahu 'alam bishshawab.  

 

*Lukman Hakiem, peminat sejarah dan mantan staf Perdana Menteri M Natsir

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement