REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Hoax, atau berita palsu. Penyebarannya marak belakangan ini. Presiden RI Joko Widodo, bahkan beberapa waktu lalu memerintahkan aparat penegak hukum menindak tegas penyebar hoax.
Menurut Sekjen Ikatan Alumni al-Azhar Indonesia (IAAI), Muchlis M Hanafi, di era media sosial, berdasarkan penelusuruan Washington Post dan New York Times, penulis berita bohong kini menjadi profesi yang menggiurkan.
“Jauh lebih menggiurkan dibanding jadi penulis atau wartawan betulan,” katanya seperti dikutip Republika.co.id dari akun facebooknya di Jakarta, Selasa (3/1).
Muchlis menjelaskan, Abby Ohlheiser, reporter Washington Post mengatakan seorang penulis berita palsu bisa memperoleh penghasilan lebih dari 10 ribu dolar AS atau setara Rp135 juta per bulan.
Ini berdasarkan pengakuan dari Paul Horner, seorang penulis berita palsu di Facebook. Selain Paul, Buzzfeed juga melaporkan sekelompok remaja Macedonia yang melihat berita palsu sebagai peluang bisnis.
Bagaimana itu terjadi? Menurut Muchlis setiap ada yang mengunjungi situs berita palsu, kunjungan tersebut akan datangkan trafik.
Trafik yang tinggi akan mengundang orang beriklan. Semakin banyak pengunjung, tentu semakin besar pula kansnya mendapatkan kue iklan dari Google.
Lantas bagaimanakah Islam memandang hukum menyebarkan hoax? Menurut Muchlis yang juga Direktur Eksekutif Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta ini, menyebarluaskan berita bohong (hoax) merupakan dosa besar.
Tindakan tersebut, ungkap Muchlis, akan menimbulkan fitnah yang merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat.
Dia menyebutkan Rasulullah SAW pernah menjadi korban hoax. Ini ketika istri Rasul, Aisyah RA mendapat tuduhan berselingkuh.
Menurut Muchlis, berita hoax tersebut sempat menggelinding liar di Madinah seperti disebutkan dalam Alquran surah an-Nur ayat ke-11 dan 12.
Dalam istilah Alquran, berita hoax tersebut disebut dengan kata ‘Fahisyah’ sebagaimana penegasan Alquran surah an-Nur ayat ke-19, yaitu sesuatu yang teramat keji.
“Bahkan, terbilang dosa besar terbesar,” tulis penyabet gelar doktor di bidang tafsir dari Universitas al-Azhar, Kairo Mesir ini.
Muchlis mengutip hadis Rasul tentang bahaya hoax dari riwayat Bukhari. Hadis tersebut berbunyi : "Maukah kalian aku beritahu tentang sebesar-besar dosa besar? Yaitu mempersekutukan Allah dan durhaka pada kedua orang tua. Ketahuilah juga, termasuk perkataan/persaksian dusta/palsu.”
Tak hanya terhenti di situ, imbuh Muchlis, Allah SWT menggandengkan dua larangan sekaligus yaitu larangan menyembah berhala yang najis dan larangan berkata dusta sebagaimana penegasan Alquran surah al-Hajj ayat ke-30. Dalam pandangan Muchlis, ini mengesankan dosa penyebar hoax berada sedikit di bawah dosa syirik.
“Penyebar hoax, awas! Murka Tuhan menanti Anda di dunia dan akhirat (QS an-Nur :19),” tulis Muchlis yang juga Ketua Lajnah Pentashihan Mushaf Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ini.