Rabu 21 Dec 2016 01:13 WIB

Menag: Rasul Doakan Penduduk Thaif yang Melemparinya

Umat Muslim usai mengikuti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Umat Muslim usai mengikuti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap bulan Rabiul Awal, umat Islam Indonesia memperingati hari kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW. Moment itu dijadikan sebagai sarana untuk lebih memahami dan meneladani akhlak Rasulullah.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, banyak mutiara hidup yang bisa diteladani dari perjalanan Rasulullah. Salah satunya adalah terkait sifat kasih sayang dan cinta kasih kepada sesama.

Karena sangat menyanyangi kaumnya, kata Lukman, Rasulullah bahkan mendoakan hal baik, meski mereka menyakiti dan melukainya. Menurut Menag, umat Islam perlu belajar dari kisah Nabi saat akan berdakwah di Thaif.

"Jangankan diterima, Rasulullah bahkan diusir dan dilempar batu oleh masyarakat Thaif saat itu," tutur Lukman dalam peringatan Maulid Nabi, belum lama ini di Jakarta.

Karena sudah berlebihan, kata Lukman, Malaikat Jibril lalu menawarkan jasa untuk membalas perilaku masyarakat thaif dengan menimpakan dua gunung kepada mereka. Bukannya mengiyakan tawaran Jibril, Rasulullah justru mendoakan mereka yang telah menyakitinya.

"Ya Allah, berilah petunjuk kepada masyarakat Thaif. Sesungguhnya perilaku mereka yang kelewat batas itu karena ketidaktahuan mereka, belum datang petunjuk kepada mereka," ujar Menag menirukan doa Rasul.

"Itulah salah satu bentuk kasih sayang Rasul kepada sesama," tambahnya.

Bahkan, menurut Menag, dalam salah satu hadis, Rasulullah diriwayatkan pernah berpesan: "Tidaklah beriman seorang pun di antara kamu yang tidak mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri".

"Rasul bahkan mengategorikan cinta kepada sesama sebagai bagian dari tolak ukur keimanan," ujar Menag.

Menag menilai, urgensi dan relevansi peringatan maulid Nabi dalam konteks Indonesia saat ini semakin besar. Menurutnya, Piagam Madinah yang dirumuskan pada awal perkembangan Islam memiliki banyak kesamaan dengan konteks Indonesia.

"Masyarakat Madinah beragam, terdiri dari berbagai etnis dan suku bangsa, juga dengan status sosial ekonomi yang beragam. Itulah keragaman yang perlu kita sikapi dengan kearifan, sehingga mendatangkan kemanfaatan dan kemaslahatan bagi kita semua," tutur Menag.

sumber : kemenag.go.id
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement