Sabtu 17 Dec 2016 22:30 WIB

Program Pemberdayaan Ekonomi Mustahik Berdampak Positif

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Agung Sasongko
Basnaz mengembangkan berbagai model program ekonomi berbasis dana zakat bagi warga kurang mampu dan golongan mustahik (penerima zakat) lainnya.
Foto: dok.Istimewa
Basnaz mengembangkan berbagai model program ekonomi berbasis dana zakat bagi warga kurang mampu dan golongan mustahik (penerima zakat) lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Geliat ekonomi umat pada skala mikro tak lepas dari program wirausaha lembaga zakat. Banyak wirausaha yang lahir dari program pemberdayaan.

Kucuran modal hingga pendampingan diberikan agar para mustahik bisa berdaya. Hingga akhirnya mereka tidak lagi menerima dana zakat, bahkan berubah status menjadi wajib zakat alias muzaki.

Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) melansir persentase dana penyaluran zakat, infak, dan sedekah yang didistribusikan untuk program-program ekonomi baru berkisar sekitar 15 persen. Ini berdasarkan data penyaluran dana zakat secara nasional per Agustus tahun ini.

"Itu (untuk program-program ekonomi) baru 15 persen. Sementara, yang masih dominan atau sekitar 41 persen bentuknya adalah program-program sosial. Jadi, jika misalnya dana yang disalurkan sebesar Rp 3 triliun, maka baru sekitar 15 persen dari angka itu dana yang disalurkan (untuk program ekonomi)," ujar Direktur Pusat Kajian Strategeis Badan Amil Zakat Nasional (Puskas Baznas) Irfan Syauqi Beik saat ditemui Republika, Selasa (13/8).

Irfan pun menilai, secara umum, kecenderungan atau tren dari nilai proporsi itu tidak berubah dari tahun ke tahun. Nilainya masih berkisar sekitar 10 hingga 15 persen. Kendati begitu, Irfan berharap, pada tahun-tahun mendatang persentase dana tersebut bisa naik. Hanya, Irfan menilai, hal terpenting adalah dampak penyaluran dana zakat melalui program-program ekonomi tersebut.

Paling tidak, mustahik yang tadinya tidak punya usaha jadi memiliki usaha, walaupun usahanya masih berskala mikro. Selain itu, para mustahik tidak tertahan di level usaha mikro, tapi bisa naik kelas menjadi skala kecil, bahkan menengah dalam jangka waktu tiga hingga lima tahun.

"Sehingga, dalam konteks ini dibutuhkan komitmen dari LAZ, desain program yang efektif, dan SDM Amil yang memang memiliki kapasitas dalam melakukan pendampingan dan pembinaan kepada mustahik. Sehingga, usaha dan bisnis mereka bisa dikembangkan dan bisa naik kelas," ujar dia.

Irfan menambahkan, pengembangan usaha mustahik melalui bantuan program-program ekonomi dari dana zakat dapat memberikan pengaruh kepada ekonomi makro. Basis-basis produksi masyarakat akan bertambah dengan lahirnya jutaan usaha mikro yang baru. Ketika potensi zakat Rp 217 triliun bisa terwujud dengan asumsi proporsi penyaluran dana zakat sebesar 15 persen, dana zakat yang bisa digunakan untuk pengembangan usaha mustahik bisa mencapai Rp 30 triliun.

Lebih lanjut, Irfan menuturkan, saat ini usaha mikro sudah mencapai 57 juta. Dengan adanya dana zakat, bukan tidak mungkin akan bertambah menjadi 65 juta. Atau dengan kemungkinan lain, dari 57 juta tersebut, 10 juta usaha mikro bisa naik kelas. "Saya hitung, kalau 15 juta saja naik kelas dari usaha mikro ke kecil, PDB (produk domestik bruto) kita bisa naik 15 persen. Itu akan memiliki impact yang besar sekali," katanya.

Efek yang diberikan berkat program ekonomi tersebut, lanjut Irfan, paling minimal adalah menghantarkan mustahik untuk bisa memiliki akses atau bisa mengajukan pinjaman ke bank. "Paling tidak itu minimalnya. Sehingga, kalau dia bisa bankable, berarti bisnisnya running dengan bagus," ujar Irfan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement