Sabtu 17 Dec 2016 17:00 WIB

Sejarah Lahirnya Al-Azhar

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Agung Sasongko
Al Azhar Kairo
Al Azhar Kairo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sejarah dunia keilmuan, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, dikenal sebagai lembaga pendidikan tinggi tertua di dunia. Hadirnya Al-Azhar merupakan bukti bahwa peradaban Islam sesungguhnya lebih maju bila dibandingkan dengan bangsa Barat. Sebab, Barat baru membangun lembaga pendidikan tinggi sekitar dua abad pascaberdirinya Al-Azhar.

Sejarah berdirinya Al-Azhar memang tidak dapat dilepaskan dari peranan dinasti atau kekhalifahan Fatimiah. Mereka yang mula-mula membangun dan memfungsikan Masjid Al-Azhar sebagai sarana atau wadah untuk dunia pendidikan. Dinasti Fatimiah merupakan salah satu imperium besar dalam sejarah Islam. Pada awalnya, Fatimiah merupakan dinasti kecil yang melepaskan diri dari kekuasaan atau daulat Abbasiyah.

Fatimiah adalah dinasti Syiah yang dipimpin oleh 14 khilafah atau imam di Afrika Utara (909 M-1171 M). Dinasti ini dibangun berdasarkan konsep Syiah keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah (putri Nabi Muhammad SAW). Kata "Fatimiah" dinisbatkan kepada Fatimah karena pengikutnya mengambil silsilah keturuanan dari Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah.

"Az-Zahra" sendiri merupakan rujukan kata yang digunakan Dinasti Fatimiah untuk menamakan masjid yang mereka dirikan, yakni Al-Azhar pada sekitar 970-972 Masehi. Belakangan, masjid tersebut akhirnya difungsikan sebagai lembaga atau pusat pendidikan Islam kala itu.

Lahirnya Al-Azhar sebagai sebuah universitas terjadi ketika dinasti Fatimiah berada di puncak kejayaannya, yakni ketika dipimpin oleh Abu al-Manshur Nizar al-Aziz (975 M-996 M). Ia adalah khalifah Fatimiah yang kelima dan khalifah pertama yang memulai pemerintahan di Mesir.

Al-Aziz berhasil menempatkan dinasti Fatimiah sebagai negara Islam terbesar di kawasan Mediterania Timur. Bahkan, menenggelamkan pamor dari penguasa Abbasiyah kala itu. Kemajuan peradaban pada dinasti Fatimiah dapat dilihat dari beberapa aspek atau bidang. Pertama, dalam aspek sosial, baik al-Aziz maupun khalifah Fatimiah yang lain selalu bersikap toleran kepada para penduduk atau warga non-Muslim. Bahkan, ada beberapa di antara mereka yang diangkat sebagai pejabat keuangan negara.

Dalam bidang ekonomi, menurut M Abdul Karim dalan bukunya Sejarah Pemikiran dan Peradaban Iwlam yang dikutip Abdul Gaffar menjelaskan, untuk meningkatkan dan  menopang kegiatan perekonomian, dinasti Fatimiah membangun beberapa infrastruktur. Antara lain, membangun jalur terusan dan jembatan sebagai jalur perlintasan atau pendistribusian hasil pertanian.

Dalam bidang arsitektur, dinasti Fatimiah adalah pelopor didirikannya Masjid Al-Azhar di Kairo. Pada masa kekhalifahan al-Aziz, masjid tersebut juga difungsikan sebagai pusat pendidikan kala itu. Pada masa dinasti Fatimiah, sistem pengajaran di Al-Azhar terbagi menjadi empat. Pertama adalah kelas umum, yakni kelas yang diperuntukkan bagi kaum Muslim yang datang ke Al-Azhar untuk mempelajari Alquran dan metode penafsirannya.

Kedua adalah kelas untuk kaum Muslim yang ingin mengkaji permasalahan keislaman bersama para tutor atau pembimbing kala itu. Ketiga adalah kelas darul hikam. Dalam kelas ini, kuliah diberikan oleh para mubaligh. Selain kalangan pelajar, kelas darul hikam juga diperuntukkan bagi masyarakat umum saat itu. Kelas terakhir adalah kelas nonformal. Kelas ini disediakan untuk kalangan Muslimah yang juga hendak menimba ilmu-ilmu keislaman.

Pada awal berdirinya, semua pihak yang ingin menimba ilmu di Al-Azhar dilarang mempelajari mazhab lain kecuali Syiah. Pada masa itu dinasti Fatimiah memang menjadikan Al-Azhar sebagai media penyebaran ajaran atau paham Syiah.

Setelah dinasti Fatimiah ditumbangkan oleh Shalahuddin al-Ayyubi pada 576 Hijriyah atau 1171 Masehi, kegiatan belajar mengajar di Al-Azhar sempat dihentikan. Kala itu, Shalahuddin juga berinisiatif untuk memutus penyebaran Syiah di Mesir yang telah berkembang sekian lama. Pada 665 Hijriyah, tepatnya pada masa dinasti Mamalik (Mamluk), Al-Azhar kembali difungsikan sebagai lembaga pendidikan. Ketika itu, aliran keislaman yang dipelajari Al-Azhar telah diubah menjadi aliran Sunni.

Kemudian, dalam perjalanannya, Al-Azhar tidak hanya fokus dalam pengajaran ilmu-ilmu keislaman, tapi juga merambah ilmu pengetahuan umum, seperti ekonomi, psikologi, kedokteran, matematika, teknik, dan lainnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement