REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Organisasi pengelola zakat (OPZ) menghadapi tantangan sosialisasi dan edukasi agar umat sadar akan kewajiban membayar zakat. Selain itu, perlu ada peta kemiskinan terbaru agar pendayagunaan zakat efektif.
Kepala Pusat Pengembangan Ekonomi Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Muhammad Akhyar Adnan, menjelaskan, masih banyak yang tidak bisa membedakan zakat, infak, dan sedekah.
Karena itu perlu sosialisasi. Adalah tugas bersama untuk berdakwah di komunitas masing-masing dan mengajak umat untuk mulai berhijrah dari sistem konvensional ke syariah. Hal itu bisa dimulai dengan membayar zakat.
Zakat adalah bagian Rukun Islam. Maka kurikulum zakat harusnya dimulai dari SD. Ceramah zakat saat Ramadhan itu muncul di lima hari terakhir sehingga kurang greget.
''Jangan sampai rajin sedekah tapi lupa zakat. Utamakan zakat sebelum sedekah, zakat tidak besar,'' kata Akhyar dalam seminar 'Refleksi Zakat Nasional' di Kampus UI, Depok, baru-baru ini.
Menurut Akhyar, tidak akan ada kemiskinan kalau zakat digerakkan. Umat perlu dipahamkan zakat itulah harta di akhirat, di luar itu akan habis. Hakikat zakat juga menambah, bukan mengurangi. ''Kita ubah pola pikir dulu, zakat itu wajib. Zakat itu wujud syukur. Tidak ada yang berzakat jadi miskin,'' ungkap Akyar.
Dari sisi pendayagunaan, zakat harus digunakan untuk mentransformasi mustahik menjadi muzakki. Kemiskinan bukan hal baru, bahkan ini seolah jadi hal melekat pada umat. Terlepas dari itu, kemiskinan masih ada dan statistiknya fluktuatif. Sehingga ini seperti persoalan yang tidak pernah selesai.
Selain karena pengaruh ekonomi global, stabilitas politik dan biaya keamanan juga menggerus anggaran negara. ''Ada uang dibuang sementara kemiskinan masih jadi perkara? Uang dikeluarkan untuk pemilu itu besar. Seolah semua itu di luar kendali,'' ungkap Akhyar.
Isu yang dihadapi saat ini adalah belum ada peta kemiskinan mutakhir. Sehingga OPZ gerak seolah tanpa arah. Perlu ada pemetaan yang baik. Belum lagi soal koordinasi. BAZNAS dan LAZ seolah bersaing, apalagi saat Ramadhan.
Senior GM Zakat Collection Center Federal Teritory Islamic Council Pusat Pengumpulan Zakat (PPZ) Malaysia, Azrin Dato' Hj. Abdul Manan, juga mengatakan hal senada.
Saat PPZ berdiri pada 1989 Malaysia, tantangan yang dihadapi pengelola zakat juga pada edukasi publik tentang kewajiban zakat. Sehingga pada saat itu, PPZ jadi lembaga agama yang membangun paradigma proaktif yakni mencari mereka yang membayar zakat. Saluran pembayaran juga dibuat freksibel dan variatif untuk memudahkan para muzakki menyelesaikan kewajiban mereka.
''Dalam pengumpulan, harus ditumbuhkan kepercayaan kepada pengelola zakat,'' kata Azrin.
Meski sudah berdiri lebih dari 25 tahun, PPZ juga pernah mengalami penurunan pengumpulan zakat. Pada 1995, zakat di PPZ agak turun. Ada isu zakat hilang tak jelas. Padahal itu baru isu, belum fakta. Pun 1998-1999 saat terjadi krisis ekonomi global karena banyak yang kehilangan pekerjaan, pengumpulan zakat juga turun.
Fuji Pratiwi