REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, Ikhsan Abdullah menilai bisnis halal memang telah menjadi tren global. Cukup banyak masyarakat dunia, tidak hanya kalangan Muslim, yang saat ini mulai menyadari pentingnya menggunakan dan mengonsumsi produk halal.
"Karena produk halal ini selain diyakini sehat dan higienis, juga mengandung keberkahan," kata dia kepada Republika, belum lama ini.
Pengembangan industri halal di berbagai negara, khusususnya kawasan Asia Tenggara, akan berdampak langsung kepada Indonesia. Apalagi saat ini Indonesia merupakan bagian dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Ia menduga, salah satu faktor dikembangkannya sektor bisnis oleh negara-negara di Asia Tenggara adalah karena mereka melirik pasar Indonesia. "Dengan penduduk lebih dari 250 juta jiwa dan 80 persennya adalah Muslim, ini tentu akan menjadi pasar yang luar biasa untuk mereka," ujar Ikhsan.
Potensi Indonesia akan menjadi pasar dari bisnis halal terlihat dari bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh negara-negara di Asia Tenggara. Ikhsan menilai, negara-negara tersebut memiliki keseriusan mengembangkan bisnis halal dibandingkan Indonesia. Salah satunya adalah menyiapkan berbagai infrastruktur terkait yang dapat menyokong berkembangnya sektor bisnis halal.
Malaysia, misalnya, tengah berencana mengembangkan database riset halal. "Kemudian negara Asia lain, yaitu Jepang, mulai menyiapkan pelabuhan halal. Mereka bahkan, menyiapkan skema pengiriman produk halal agar tidak tercampur dengan barang-barang atau produk yang najis atau haram," ujarnya.
Indonesia sendiri sebenarnya telah menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Kendati dimaksudkan untuk melayani kebutuhan umat Islam di Indonesia terhadap berbagai produk halal, UU JPH, menurut Ikhsan, belum terimplementasi secara sempurna. Beleid itu masih terkendala belum terbitnya peraturan pemerintah. Dalam hal ini adalah Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan.
Selain perihal penerapan UU JPH yang masih terhambat, Indonesia juga belum memiliki sarana atau fasilitas pendukung untuk mengembangkan sektor bisnis halal. Salah satunya berkaitan dengan sarana atau fasilitas berbasis teknologi. "Karena halal bukan melulu urusan fikih dan fatwa, tapi dia juga bersentuhan dengan teknologi. Karena setiap produk harus melewati tahap pemeriksaan kehigienisan dan kehalalan. Hal ini membutuhkan sarana atau laboratorium khusus tepatnya," kata Ikhsan.
Oleh sebab itu, Ikhsan menilai, potensi Indonesia untuk menjadi pasar produk halal dari berbagai negara, khususnya di negara-negara di Asia Tenggara, memang cukup terbuka. Menurut dia, upaya Indonesia dalam mengembangkan potensi sektor bisnis halal, belum setanggap seperti negara-negara Asia lainnya.