REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada saat meletusnya Perang Badar, tepatnya 2 Hijriyah, Suhail bin Amr menjadi tawanan oleh kaum Muslimin. Pada saat itu, kaum kafir Quraisy memang mengalami kekalahan yang telak.
Ketika menjadi tawanan, Suhail melihat kaum Muslimin begitu baik dalam memperlakukan tawanan perang. Akhirnya, setelah membayar tebusan, Suhail dibebaskan.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.Pada saat Perjanjian Hudaibiyah, Suhail merupakan salah satu negosiator dari kaum kafir Quraisy. Meski perjanjian itu dianggap menguntungkan kaum kafir Quraisy, akhirnya mereka tetap melanggar perjanjian tersebut.
Akhirnya, kaum Muslimin melancarkan penaklukan Kota Makkah. Di peristiwa inilah, Suhail mulai mengagumi sikap Rasulullah SAW dengan mengampuni dan membebaskan penduduk Makkah, yang pernah begitu memusuhi Rasulullah SAW.
Inilah kemudian yang mengubah pandangan Suhail. Setelah Fathul Makkah, Suhail akhirnya menyatakan keislamannya.
Keislaman Suhail ini pun disambut gembira oleh sang anak, Sahlah. Kesabaran dan keteguhan hati dari Sahlah akhirnya terjawab dengan berita gembira, masuknya sang ayah ke dalam Islam. Sahlah pun mengisi hidupnya dengan ketenangan dan senantiasa menjalankan serta patuh terhadap perintah Rasulullah SAW.
Sahlah selalu bertanya kepada Rasulullah SAW perihal ritual ibadah dan permasalah fikih. Ada satu hadis yang sempat diriwayatkan oleh Sahlah. Hadis ini pun sempat menjadi sorotan lantaran adanya pemberian susu kepada orang yang telah berusia dewasa. Dari Aisyah berkata, "Sahlah binti Suhail datang kepada Rasulullah SAW, dia berkata, 'Rasulullah, aku melihat wajah Abu Hudzaifah saat Salim masuk kepadaku,' Nabi bersabda, 'Susuilah dia.' Sahlah berkata, 'Bagaimana aku menyusuinya, sementara dia sudah dewasa?' Rasulullah tersenyum dan bersabda, 'Aku tahu dia sudah dewasa'."
Hadis ini memiliki latar belakang, Salim adalah hamba sahaya yang diangkat sebagai anak oleh Abu Hudzaifah. Padahal, saat itu, Salim sudah dewasa. Karena itu, Sahlah kesulitan berinteraksi dengan Salim, karena dianggap masih bukan mahram. Abu Hudzaifah pun kurang senang dengan hal itu. Akhirnya, Sahlah menemui Rasulullah untuk meminta pendapat kepada beliau atas hal tersebut.
Sebagian ulama pun berpendapat, susu yang diberikan kepada Salim itu tidak langsung dari tubuh Sahlah, melainkan melalui wadah seperti gelas. Sebab, Rasulullah SAW melarang adanya persentuhan kulit antara pria dan wanita yang bukan mahram. Hal ini seperti penjelasan dari Imam Nawawi dalam Syarh Sahih Muslim. Beliau menyebutkan, "Sepertinya Sahlah mengeluarkan air susunya terlebih dahulu, barulah setelah itu diminum oleh Salim. Sehingga Salim tidak perlu menyentuh apa pun dan kulit tubuh mereka tidak bersentuhan, karena tidak halal seorang laki-laki melihat organ susu seorang wanita yang bukan mahramnya atau menyentuhnya."
Selain itu, Aisyah juga berpendapat, hal itu adalah kondisi khusus dan keringanan yang diberikan Rasulullah SAW kepada Sahlah binti Suhail. Tidak hanya itu, sebagian ulama menilai, apa yang dilakukan Rasulullah SAW adalah hendak memahramkan Salim dengan Sahlah dan menyatukannya di dalam satu rumah tanpa ada rasa canggung. Pemberian minum susu ini pun hanya sebanyak lima kali, tidak seterusnya.
 
                     
                    




 
      
      