REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi Katya Kotova, Islam bukanlah agama yang asing. Gadis Rusia itu mengenang, pertama kali masuk masjid ketika usianya menginjak tiga tahun.
Saat itu, sang nenek hendak memperkenalkan Katya dengan kebudayaan etnis warga setempat, Bashkortostan.
Aku masih mengingat pemandangan itu dengan jelas. Para perempuan shalat di lantai dua masjid. Aku berdiri dekat tangga, sambil melihat ke bawah, di mana para pria shalat di lantai dasar, kata perempuan 23 tahun ini seperti dikutip dari laman Russia Beyond the Headlines, belum lama ini.
Hampir 50 persen Bashkortostan merupakan Muslim. Namun, kekuasaan Uni Soviet yang berpaham ateis membuat cukup banyak orang beradaptasi. Orang tua Katya, misalnya, menganut paham sekuler.
Ayahnya seorang Kristen Ortodoks Rusia, sedangkan ibunya Muslim Tatar. Tidak ada satu pun yang taat. Bagi Katya kecil, doa-doa Islami bahkan sudah dihafalkannya.
Namun, itu bercampur dengan ajaran Kristen Ortodoks yang disampaikan sang nenek dari pihak ayah. Saat itu, Katya belum memahami bahwa Islam dan Kristen adalah dua agama yang berbeda.
Memasuki usia 13 tahun, Katya dibaptis menjadi Kristen Ortodoks. Ia menjalaninya sebagai sebuah kebiasaan umumnya orang Rusia.
Berpuluh tahun kemudian, tepatnya pada sore hari, 30 Maret 2016, Katya kembali menyambangi masjid. Kali ini, tempatnya adalah Masjid Agung Moskwa. Tujuannya, sepenuh hati memeluk Islam.
Ketertarikan Katya kepada Islam bermula sejak ia menetap di Moskwa, untuk kali pertama. Katya yang ketika itu berumur 18 tahun, berkuliah di Universitas Negeri Rusia, mengambil jurusan hukum.
Perempuan yang bercita-cita menjadi pengacara itu berbagi tempat tinggal dengan kawannya, seorang mahasiswi Muslim. Keduanya sering kali bertukar pikiran mengenai agama.
Sejak saat itu, Katya tertarik mempelajari lebih dalam agama sendiri, Kristen Ortodoks, dan agama sahabatnya itu, Islam. Seiring bergulirnya waktu, rasa ingin tahunya terhadap Islam menguat.