Ahad 27 Nov 2016 15:56 WIB

Umat Harus Waspada Spionase Siber

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Damanhuri Zuhri
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Gatot Nurmantyo.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Gatot Nurmantyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat Islam diingatkan untuk waspada spionase siber melalui media sosial, aplikasi, atau perangkat lunak lain. Sebab, data yang dikumpulkan pada agen spionase bisa menjadi ancaman bagi Indonesia.

Pengamat media sosial Ibnu Dwi Cahyo menjelaskan, aksi spionase asing saat ini memang lebih canggih. Kalau melihat James Bond: Spectre, teknologi yang ada di film itu memang ada. Maka, umat harus waspada.

''Kita pakai dropbox untuk aneka data padahal itu buatan siapa? Spionase itu tidak hanya di media sosial, tapi banyak media,'' ungkap Ibnu Dwi dalam diskusi Pengaruh Media Sosial dalam Dakwah Islam di Kantor MUI, Jumat (25/11).

Ada akun media sosial yang tidak diblok meski membuat tidak nyaman karena mereka sudah terverifikasi sehingga kemungkinan diblok kecil. Sekarang, akun-akun media sosial banyak diblok karena saling penggunanya melaporkan.

//Provider// internet di Indonesia ada 420, Cina hanya dua dan aturannya ketat. Di Indonesia pendapatan, Facebook lebih dari Rp 1 triliun tapi pajaknya nol rupiah. ''Kita harus hati-hati. Pilah mana yang harus disimpan atau dibagi. Spionase sekarang tidak usah masuk rumah, cukup pakai malware (perangkat lunak yang merusak),'' ungkap Ibnu Dwi mengingatkan.

Ia menyebutkan kasus Sonny Picture itu terkena malware dan 10 tera datanya bocor sehingga film produksi Sonny Picture ditemukan berserakan di dunia maya. Kejadian itu menimpa Sonny yang punya anggaran besar untuk keamanan sibernya. Sementara Indonesia belum punya badan pengamanan siber sendiri.

Dalam kesempatan terpisah di Kongres XVII Muslimat NU di Asrama Haji Pondok Gede, Panglima TNI Jenderal Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan saat ini banyak dari kita tidak bisa lepas dari ponselnya bahkan menggunakan ponsel lebih dari 18 jam sehari. Pun penggunaan media sosial yang tidak bisa lepas. ''Mainan makin digital, tidak dengan manusia lagi. Simpan data juga kini daring,'' kata Gatot.

Gatot menyebut sempat beredar kabar Habib Rizieq dianiaya TNI. Setelah intelejen TNI mengecek, sumbernya dari laman daring Australia dan laman wordpress AS.

''Kita dipecah dengan berita semacam itu. Kalau pecah, gampang dibagi. Ini tergantung apakah kita mau diperalat?,'' ungkap Gatot sseraya menambahkan, ''Kalau tidak ada agama yang berbeda, bukan Indonesia. Keindonesian kita itu di sana. Indonesia milik kita. Jangan ada yang merasa lebih pahlawan dari pahlawan.''

Menurut Gatot, yang merebut kemerdekaan adalah para ulama dan para tokoh. Setelah kemerdekaan, baru lahir TNI. Karena, panglima TNI pertama adalah kiai, Jenderal Soedirman. Begitu dengar akan ada serangan setahun setelah merdeka, panglima tanya ke kiai dan muncul resolusi jihad.

''Bahkan para kiai bersatu. Perjuangan kiai pun tidak lokal. Mereka jihad dan berjuang dengan senjata seadanya, tapi berhasil menang. Bhineka Tunggal Ika adalah pemersatu, pusat gravitasi Indonesia. Kalau mau ganggu Indonesia, pihak luar mengganggu Bhineka Tunggal Ika,'' ujarnya.

Bisnis juga berubah, perusahaan transportasi daring tak punya satu taksi pun dan toko daring yang tidak punya satu toko manapun tapi bisa mencetak laba. Ini menghemat tenaga kerja dan memunculkan kesenjangan.

Apalagi saat ini kita menghadapai krisis ekonomi global yang memunculkan depresi ekonomi. Depresi ekonomi global mempicu banyak konflik. Ada konflik Iran, Suriah, dan lainnya yang sebagiannya adalah negara penghasil minyak. Dulu perang latarnya agama, sekarang 75 persen lerang latarnya energi.

Saat energi fosil habis, tahap selanjutnya adalah energi terbarukan yang sumber dayanya ada di ekuator. Salah satu bagian ekouator adalah Indonesia. Sehingga tidak heran bila Indonesia jadi rebutan.

''Saya ingatkan, Indonesia punya kelebihan, juga punya kelemahan. Kita waspada agar tidak seperti Arab Spring. Memecah negara itu bisa dengan agama dan ekonomi. Banyak yang iri kita begitu beragam tapi tetap bersatu,'' tutur Gatot menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement