Jumat 25 Nov 2016 19:00 WIB

Pesantren Tunanetra Raudlatul Makfufin: Tiada Mata Tak Hilang Cahaya

Rep: reja Irfa Widodo/ Red: Agung Sasongko
Santri Pondok Pesantren Tunanetra Raudlatul Makfufin mengaji menggunakan AlQuran Braille, Pamulang, Banten, Senin (13/6).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Santri Pondok Pesantren Tunanetra Raudlatul Makfufin mengaji menggunakan AlQuran Braille, Pamulang, Banten, Senin (13/6).

REPUBLIKA.CO.ID, TAMGERANG -- Semua orang beriman memiliki kewajiban untuk beribadah kepada Allah SWT, tidak terkecuali bagi mereka yang memiliki disabilitas termasuk tunanetra. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menyebut, tidak ada keringanan terhadap orang buta untuk beribadah dan menjalankan shalat berjamaah di masjid, sepanjang orang tersebut telah mendengar suara azan.

Hanya, masih banyak penyandang tunanetra yang memiliki keterbatasan untuk mengakses pendidikan agama. Lembaga pendidikan yang khusus membimbing santri tunanetra masih dapat dihitung dengan jari. Yayasan Raudlatul Makfufin salah satu institusi itu. Lembaga ini memberikan fasilitas dan sarana pembelajaran kepada para tunanetra, khususnya bidang agama.

''Tujuan utama pendirian Yayasan Raudlatul Makfufin untuk menjadi wadah pembinaan kaum tunanetra dalam bidang keagamaan dan mengupayakan terciptanya kesejahteraan di kalangan tunanetra Muslim,'' ujar Ketua Yayasan Raudlatul Makfufin, Ade Ismail, ketika berbincang dengan Republika, beberapa waktu lalu.

Dengan moto 'Tiada Mata Tak Hilang Cahaya', Pesantren yang memiliki makna Taman Tunanetra ini  memberikan wadah kepada kaum tunanetra untuk bisa mendalami ilmu agama Islam. Mulai pembelajaran membaca Alquran Braille dari tingkat dasar hingga tingkat instruktur,  pembinaan kajian keislaman, seperti fikih, akidah, akhlak, ilmu hadis, Sirah Nabawiyah, pendidikan terjemah Alquran, sampai dengan zikir, dan doa.

Para santri belajar di Kompleks Yayasan Raudlatul Makfufin di Jalan Haji Jamat, Gang Rais, No.10, Buarang, Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten, Pesantren Tunanetra Raudlatul Makfufin.  Saat ini, ada sepuluh santri, ikhwan dan akhwat yang berasal dari berbagai daerah, mulai  Brebes, Cirebon, Indramayu, hingga Palembang dan Bengkulu. ''Masa belajar untuk tiap santri mencapai tiga hingga enam tahun. Para santri ini diarahkan supaya bisa hafal Alquran ketika menyelesaikan masa pendidikannya,'' ujar Ade.

Selain mendapatkan pendalaman dan keterampilan ilmu agama, Pesantren Raudlatul Makfufin yang sudah berdiri sejak dekade 80-an  juga memberikan pendidikan ketrampilan lain, seperti penggunaan komputer dan penguasaan bahasa asing. Nantinya, para alumni Raudlatul Makfufin diharapkan bisa mengembangkan diri dan memberikan kontribusi positif untuk masyarakat di sekitarnya.

''Alhamdulillah, alumni kami sudah banyak yang menjadi pegawai negeri di sejumlah kementerian seperti Kementerian Agama dan Kementerian Sosial. Tidak hanya itu, ada juga yang menjadi guru agama di daerah masing-masing. Ya, setidaknya keadannya lebih baik dibanding dengan teman-teman yang lain,'' kata Ade.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement