REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asep Sapaat
Jika kehidupan guru diibaratkan sebuah perjalanan, artinya guru membutuhkan bekal hidup agar bisa menempuh perjalanan sampai tujuan akhir. Kehidupan di dunia dan di akhirat, itulah rute perjalanan yang harus dilewati guru. Ada dua bekal hidup yang dibutuhkan guru, yaitu bekal ringan dan bekal yang utama.
Bekal ringan berwujud harta dan takhta. Bekal ringan yang pertama adalah harta. Dengan harta yang dimiliki, guru bisa berfokus mengajar dan mendidik. Guru yang berharta, tak tergoda memperjualbelikan ilmu untuk mendatangkan keuntungan materi.
Karena, guru yang kaya bukan dilihat dari ukuran kepemilikan harta tetapi dari kebesaran dan kejernihan jiwanya. Rasulullah SAW bersabda: “Yang disebut kaya bukanlah kaya harta benda duniawi. Tetapi yang dikatakan kaya itu adalah kaya jiwa (hati).” (HR Muslim).
Carilah harta secukupnya sebagai bekal menjalani peran hidup sebagai guru. Jangan terobsesi menjadi guru yang kaya raya. Karena, bisa jadi harta yang sedikit tetapi mencukupi lebih baik daripada harta berlimpah tetapi melalaikanmu dari Allah SWT. Bekal ringan yang kedua adalah takhta.
Untuk meningkatkan kapasitas diri, ada sebagian guru yang berikhtiar mengisi jabatan-jabatan struktural (kepala sekolah, pengawas, kepala dinas pendidikan, dan sebagainya). Dengan takhta, guru bisa menjadi pemimpin yang menggunakan jabatan untuk sebesar-besarnya manfaat bagi dunia pendidikan. Jabatan jangan dikejar. Tetapi, jika guru diamanahi jabatan, pergunakanlah dengan penuh tanggung jawab.
Abu Dzar RA berkisah, ia bertanya kepada Nabi Muhammad SAW. “Ya Rasulullah SAW, apakah engkau tidak mau mengangkat saya sebagai pejabat?” Rasulullah SAW menepuk bahu Abu Dzar RA perlahan seraya bersabda: “Ya Abu Dzar, sesungguhnya engkau orang yang lemah, sedangkan kekuasaan/jabatan itu adalah amanat. Sungguh jabatan itu pada hari kiamat kelak adalah hina-dina dan penyesalan. Kecuali orang yang menerimanya melaksanakan tanggung jawabnya.” (HR Ahmad & Muslim).
Mengapa harta dan takhta itu bekal ringan bagi seorang guru? Karena bekal ringan kerap menjebak guru lupa akan tujuan hidupnya yang hakiki. Mengumpulkan harta dan meraih takhta menjadi tujuan utama hidup, bukan menjadi alat perjuangan untuk mencapai ridha Allah SWT.
Jika hal ini terjadi, runtuhlah kehormatan dan kewibawaan guru di mata manusia, terlebih di mata Allah SWT.Lantas, apa bekal utama yang harus dicari dan dipersiapkan guru? Takwa. Karena, dengan bekal takwa, guru bisa meraih kemenangan yang sempurna di dunia dan di akhirat kelak (QS an-Nur: 52; QS Ali Imran: 148).
Di dunia, guru yang memiliki bekal takwa akan diterima semua amal kebajikannya dengan balasan pahala yang besar di sisi-Nya (QS Ali Imran: 172), memiliki jiwa yang tenang dan tenteram (QS al-Araf: 35), dihapuskan semua dosa di masa lalu serta mendatangkan ampunan dari Allah SWT (QS ath-Thalaq: 5; QS al-Anfal: 29), membuahkan kemuliaan dan akhir perjuangan yang membahagiakan (QS Hud: 49).
Di akhirat kelak, guru yang berbekal takwa akan diberi derajat tinggi dan martabat kemuliaan di sisi Allah SWT (QS Yunus: 2). Yang teristimewa, guru bertakwa akan dianugerahi oleh Allah SWT surga Jannatu Naim (QS Al-Qalam: 34) dan Jannatu Adn, surga-surga tertinggi sebagai tempat tinggal untuk selama-lamanya.
Firman Allah SWT: “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah surga-surga Adn yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah balasan bagi orang-orang yang takut kepada Tuhan-Nya.'' (QS al-Bayyinah: 8).
Jika takwa adalah sebaik-baik bekal untuk meraih kemuliaan hidup dunia dan akhirat, mengapa kita tak pernah puas mengejar bekal ringan? Wahai guru, renungkanlah. Wallahu alam bishawab.