Jumat 11 Nov 2016 09:59 WIB

Inilah 3 Sikap Kaum Muslimin Terhadap Alquran

Massa dari berbagai organisasi melakukan longmarch saat melakukan aksi damai di Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Jumat (4\11).
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Massa dari berbagai organisasi melakukan longmarch saat melakukan aksi damai di Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Jumat (4\11).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Aksi damai umat Islam 4 November 2016 lalu merupakan respons terhadap dugaan penistaan Alquran yang dilakukan oleh seorang non-Muslim. Aksi yang disebut-sebut diikuti sekitar 2,3 juta orang itu merupakan demo yang sangat indah.

“Ini aksi damai yang luar biasa. Dalam sejarah kemanusiaan belum pernah ada yang seperti itu. Inilah yang pertama. Tidak ada emosi.Peserta aksi melakukan long march sambil membaca shalawat. Barisan massa itu panjangnya tak kurang dari 8,5 km,” kata Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS yang juga turun dalam aksi damai umat Islam tersebut.

Guru besar IPB Bogor dan Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor tersebut mengemukakan hal tersebut  saat mengisi pengajian guru dan karyawan Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) di Masjid Al-Ikhlas Bosowa Bina Insani Bogor, Jawa Barat, Jumat (11/11/2016).

Dalam kesempatan tersebut, mantan ketua umum Baznas itu mengkaji Surah Fathir (35) ayat 31 dan 32, yang artinya, “Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al Kitab (Al Qur'an) itulah yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya (ayat 31).  Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar (ayat 32).”

Berdasarkan dua ayat dalam Surah Fathir tersebut, kata Kiai Didin, ada tiga kelompok umat Islam berdasarkan sikapnya  terhadap Alquran. “Kualitas keimanan seseorang ditentukan oleh sikap/responsnya terhadap Alquran. Ada tiga tingkatan, yakni orang yang zalim kepada dirinya sendiri, pertengahan, dan orang yang sangat responsif  terhadap Alquran,” tutur Direktur Program Pasca Sarjana UIKA Bogor tersebut.

Lebih jauh Kiai Didin menjelaskan, kelompok pertama adalah orang Islam yang ibadahnya masih banyak kekurangannya. Ia masih sering meninggalkan perintah Allah dan melakukan larangan Allah. “Ia mungkin tidak pernah atau sangat jarang membaca Alquran. Meskipun demikian, kalau Alquran dihina atau dinistakan, ia bangkit keimanannya. Hal itu karena masih ada iman di dalam hatinya, meskipun kecil,” ujar Kiai Didin.

Kelompok kedua, kata kiai Didin, adalah yang pertengahan. Misalnya,  ia shalat, tapi sering kali shalatnya di akhir waktu. Meskipun demikian, tidak ada dalam hatinya menolak kebenaran atau mempermainkan Alquran. Ia tetap meyakini  ajaran agama Islam sebagai kebenaran, meskipun masih menunda shalat misalnya.

Kelompok ketiga adalah orang yang cepat sekali atau responsif  terhadap kebenaran. Ia tidak pernah menolak kebenaran. Tiap kali mendapatkan perintah Allah seperti dinyatakan dalam Alquran dan perintah Nabi seperti dinyatakan dalam Hadits, ia langsung menegaskan “kami dengar dan kami taat”. “Generasi yang seperti ini adalah generasi sahabat, yang merupakan generasi terbaik umat Islam,” papar Kiai Didin.

Kiai Didin menegaskan, tugas para da’i adalah mengajak umat Islam agar meningkatkan kualitasnya imannya dari tingkatan ketiga menjadi kedua, dan seterusnya menuju tingkatan pertama.

 

“Demikian pula tugas para guru dan lembaga-lembaga pendidikan Islam, yakni mendidik semua peserta didik agar menjadi generasi yang memiliki kualitas keimanan setinggi mungkin,” tutur Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement