Rabu 09 Nov 2016 10:05 WIB

Soal Ahok, MUI Tegaskan Beda Pendapat dengan Buya Syafii

Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi
Foto: Mysharing
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) membantah jika telah gegabah dalam memutuskan masalah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). MUI pun berbeda pendapat dengan penilaian cendikiawan Muslim Buya Syafii Maarif.

"Untuk lakukan penelitian pendalaman, kita lakukan konfirmasi berbagai pihak dan ahli, jadi tak benar jika ada tuduhan MUI tak cermat dan gegabah dalam mengambil keputusan. Maaf Buya kita berbeda tapi bersaudara," ujar Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid dalam sebuah acara televisi, semalam.

Dalam keterangan di sebuah media daring, Buya menilai MUI telah gegabah dalam membuat penilaian soal Ahok. Ia pun mempertanyakan, "Apakah kita mau mengorbankan kepentinga bangsa dan negara itu akibat fatwa yang tidak cermat.

Zainut mengakui, ada tuduhan MUI ikut terlibat memicu kegaduhan gara-gara dikeluarkannya perndapat dan sikap keagaaman. Tuduhan itu jelas tidak benar. Faktanya, kata ia, yang memantik kegaduhan adalah Ahok.

Karena pernyataan Ahok yang masuk wilayah sensitif dan dinilai melukai hati umat Islam. Hal itu, bisa berpotensi menggangu kerukunan beragama dan integrasi bangsa.

"Statemen pernyataan Ahok telah menimbulkan reaksi luar biasa dari berbagai eleman masyarakat bahkan sebagian mengajukan gugatan ke polisi. Ada yang diterima dan yang ditolak, sebagian meminta pandangan keagamaan MUI atau fatwa. Kabareskrim juga mitna fatwa MUI," ujarnya.

(Baca Juga: Buya Syafii Maarif: Saya Hanya Kenal Ahok Sekadar Saja)

MUI menengarai masalah ini bisa berpotensi terjadinya konflik sangat besar. Karena memasuki wilayah yang sangat sensitif sehingga terjadi gejolak yang luar biasa.  Hal ini mengganggu harmoni keberagaman dan bisa disitegrasi bangsa.

Atas dasar itu, kata Zanut, MUI membentuk tim untuk melakukan pengkajian penelitian untuk mendalami persoalan. Tim meliputi berbagai sudut di Komisi MUI. Ada Komisi Pengkajian, Hukum dan HAM, Fatwa dan juga Komisi Informasi Komunikasi dan Informasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement