Oleh: Sarbini Abdul Murad
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak adalah amanat Allah SWT kepada orang tua. Menurut Imam al-Ghazali, amanat ini mesti dijaga, dirawat dan dididik, serta ditanamkan kebaikan dan kasih sayang dalam hati, rasa, dan pikiran anak. Dengan demikian, si anak tumbuh sempunra akal, akidah, dan akhlaknya.
Tumbuh dengan tidak meninggalkan goresan yang bisa membekas hingga dia dewasa. Goresan yang dapat mengubah perilakunya terhadap orang tua dan lingkunganya. Rasulullah sebagai teladan kita telah memberi contoh kepada kita dalam memperlakukan anak.
Hadis dari Abu Hurairah RA menyatakan, "Rasulullah mencium cucunya, Hasan bin Ali. Kemudian ada seorang sahabat bernama al-Aqra' bin Haris melihatnya dan ia berkata: Saya memiliki sepuluh anak dan sekali-kali saya belum pernah memberikan ciuman kepada salah satu di antara mereka. Maka Rasulullah bersabda: Barang siapa tidak menyayangi, maka ia tidak akan di sayangi."
Dalam hadis ini, kita melihat Rasulullah bersikap lembut dan kasih sayang kepada cucunya. Dalam ilmu psikologi dijelaskan, memberikan ciuman kepada anak memberikan efek kedamaian dan kedekatan batin antara anak dan orang tua.
Kedekatan batin ini membuat mereka merasa nyaman dan damai berada di tengah keluarga. Karena tak sedikit anak yang tidak nyaman tinggal dengan keluarga karena dia tak merasakan keindahan dan kedamaian berada di tengah mereka.
Sehingga, mereka mencari tempat lain, untuk mengisi kekosongan hatinya. Jika ini terjadi, tidak tertutup kemungkinan si anak mendapatkan masalah kemudian hari. Anak yang terlibat berbagai masalah sosial selalu diawali dengan masalah dalam rumah tangga.
Orang tua pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya. Namun, terkadang orang tua gagal mewujudkan keinginannya dan disalahpahami anak. Sikap dan tutur kata orang tua dalam berinteraksi dengan anak menjadi penentu.
Dengan tutur kata lembut, tetapi tak mengurangi kewibawaan sebagai orang tua, itu menjadi pelajaran hidup bagi anak. Orang tua adalah guru pertama. Apa yang diajari atau yang tak 'diajari' orang tua selalu direkam dan diaplikasikan sesuai dengan pemahaman anak.
Sebagai peniru ulung, menjadikan orang tuanya sebagai sosok idolanya. Maka memosisikan anak dalam norma dan etika Islam akan melahirkan anak yang berkualitas rabbani. Kelembutan dan kasih sayang mesti ditumbuhkan saat berinteraksi dengan mereka.
Ada pandangan keliru yang menganggap, pendekatan dengan kelembutan akan melahirkan anak manja dan lemah, pendekatan yang keras melahirkan anak kuat dan berani. Banyak muncul pandangan keliru seperti itu.
Maka tak heran jika kita jumpai banyak anak yang kasar dan hatinya keras. Bila dirunut ke belakang di temukan kekasaran dan kekerasan orang tua. Atau sebaliknya, anak menjadi pemurung, atau menarik diri dari pergaulan sosial.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, "Setiap anak yang baru di lahirkan itu lahir dengan membawa fitrah. Orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, dan Nasrani." Dari hadis ini jelas, orang tua begitu sentral dalam 'memahat' anak untuk menjadi apa dan siapa.
Oleh sebab itu, jangan pernah salahkan anak ketika dia beranjak dewasa menjadi anak yang kasar dan melawan orang tua, karena itu semua buah dari apa yang ditanam orang tua.
Demikian pula jika orang tua memuliakan anak dalam mendidik yang penuh kasih sayang dan perhatian, buah yang akan di petik kelak juga akan ranum dan manis rasanya. Wallahu a'lam.