Sabtu 05 Nov 2016 16:51 WIB

Presiden Jokowi, Kekecewaan Massa, dan Kambing Hitam Revolusi Sosial

 Jokowi di Kota Tangerang
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Presiden Joko Widodo didampingi jajaran menteri kabinet menggelar konferensi pers terkait Aksi Damai 4 November di Istana Merdeka, Sabtu (5/11).

Kesalahan Jokowi yang kedua. Demonstrasi besar 4 November tadi adalah hak konstitusional rakyat. Tuduhan Jokowi bahwa ada aktor politik yang memanfaatkan situasi, sehingga ada kerusuhan di seputar Monas dan di Jakarta Utara, adalah tuduhan konspiratif ala Orde Baru.

Dalam dunia politik Jokowi telah berusaha membangun persepsi yang keliru tentang gerakan bela Islam yang di komandoi Habib Rizieq, Bachtiar Nasir dkk ini. Kerusuhan kecil pada saat aksi ini bukanlah persoalan besar yang dikaitkan dengan niat politik diluar konteks demo tersebut. Persoalan kerusuhan kecil itu sebenarnya masih dalam dampak dan konsekwensi logis dari ketidak puasan massa atas respon dan dialog politik dengan elit.

Selain Jokowi hanya mendelegasikan kepada pembantunya dialog dengan pimpinan massa (semula Wiranto, lalu akhirnya Jusuf Kalla), massa juga kecewa karena persepsi massa tuntutan mereka sebenarnya gampang dipenuhi Jokowi, karena sial penghinaan agama ini merupakan kewajiban konstitusional Jokowi, menjaga stabilitas nasional, yang serta merta bisa dipenuhi. Bukan besok dan besok.

Jadi, pencarian "kambing hitam" bukanlah cara beradab dalam demokrasi.

Massa rakyat ini bergerak tidak ada hubungannya dengan Prabowo, SBY atau siapapun. Tentunya, kalau banyak jenderal purnawirawan TNI di lapangan aksi, banyak tafsir yang bisa diberikan, tanpa perlu menuduh mereka sebagai aktor politik. Sekali lagi massa aksi ini, sampai saat ini,  berangkat dari ketulusan hati memperjuangkan agamanya.

Situasi saat ini tampaknya semakin buruk. Massa rakyat bertahan di gedung DPR dengan suasana revolusioner. Sebuah revolusi sudah terjadi. Revolusi itu sendiri mungkin saja akan segera terjadi. Kepercayaan rakyat pada Jokowi juga sepertinya telah  runtuh.

Jadi, kesalahan Jokowi sekali lagi adalah merasa bahwa potensi konflik sosial ini terbatas persoalan Pilgub DKI saja. Padahal gangguan ketenangan dan kedamaian sosial telah terjadi dalam bentuk dan alasan lain. Penistaan agama oleh Ahok dan Jokowi kurang peduli.

(catatan inihari 5 November 2016, Gedung DPR/MPR RI)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement