Rabu 02 Nov 2016 15:30 WIB

Sejarah Turunnya Ayat Waris

Rep: Syahruddin el-Fikri/ Red: Agung Sasongko
Harta warisan (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Harta warisan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Pada masa sebelum turun ayat waris, pernah istri Saad bin ar-Rabi bersama dua orang anak perempuannya datang kepada Nabi SAW, sambil bertanya, “Ya Rasulullah, ini dua orang anak perempuan Saad bin ar-Rabi yang mati syahid pada Perang Uhud bersamamu. Paman mereka merampas semua harta mereka tanpa memberi bagian sedikitpun kepada anak-anak perempuan itu. Adapun untuk kawin, kedua anak itu perlu uang.”

(Baca: Sistem Waris Zaman Jahiliyah)

Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Mudah-mudahan Allah segera memberi penyelesaian mengenai masalah itu.” Kemudian turun ayat waris, yaitu surat an-Nisaa` [4]: 11.

(Baca: Sistem Waris Awal Permulaan Islam).

Sesudah itu turun pula ayat-ayat kewarisan lebih lanjut secara terperinci mengenai pembagian kepada para ahli waris dalam segala kondisinya, seperti kedua orang tua, suami, istri, saudara-saudara sekandung dan saudara-saudara seayah (QS An-Nisaa` [4]: 12 dan 176).

Dengan turunnya ayat waris, maka dapat dipahami bahwa dalam pewarisan Islam yang berhak menerima harta warisan tidak terbatas kepada kaum laki-laki yang sudah dewasa, melainkan juga kepada anak-anak dan perempuan. Dan dalam pewarisan Islam tidak dikenal adanya janji prasetia dan pengangkatan anak (adopsi).

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement