Selasa 01 Nov 2016 20:14 WIB

Forum Perdamaian Dunia Fokus Angkat Isu Kekerasan

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Agus Yulianto
Din Syamsudin
Foto: Republika/ Darmawan
Din Syamsudin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- World Peace Forum (WPF) atau Forum Perdamaian Dunia yang diinisiasi oleh PP Muhammadiyah, Cheng Ho Multicultural Foundation, dan Center for Dialouge and Cooperation among Civilization tengah berlangsung di Jakarta mulai 1-3 November mendatang. Tahun ini, forum yang diikuti oleh 200 peserta dari 52 negara tersebut akan fokus mengangkat isu kekerasan.

Ketua Center for Dialogue and Cooperation among Civilization, Din Syamsuddin, mengatakan, isu kekerasan ekstrim masih menjadi permasalahan yang dihadapi banyak negara di dunia. Tahun ini, kata dia, Wolrd Peace Forum mengangkat tema 'Mengatasi Kekerasan Ekstrim Dikaitkan dengan Harkat Martabat Manusia, Ketidakadilan Global dan Tanggung Jawab Bersama' sebagai bentuk kepedulian atas maraknya aksi-aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama, bangsa maupun kepentingan politik.

Untuk mengatasi hal itu, ucap Din, para pemuka agama dunia berkumpul dalam Forum Perdamaian Dunia untuk menemukan apa yang menjadi akar masalah kekerasan ekstrim sekaligus membahas solusi terbaik untuk menghentikannya. "Pada hemat kami, (kekerasan ekstrim) berkaitan dengan sistem dunia yang terlalu sekuler dan bebas, maka membawa munculnya kekerasan-kekerasan, tidak hanya secara fisik tapi juga kekerasan modal, dan kekerasan negara," ucapnya di Istana Negara, Selasa (1/11).

Dalam konteks Indonesia, sambung Din, kekerasan itu muncul dalam bentuk ego sentrisme yang didasarkan pada persoalan suku, budaya dan agama. Kekerasan dalam konteks tersebut juga sama-sama mengancam keutuhan bangsa Indonesia.

Din menegaskan, kekerasan yang mengatasnamakan agama, bangsa maupun kepentingan politik berakar dari tidak adanya keadilan global. Karena itu, World Peace Forum ingin semua warga dunia bertanggung jawan untuk menciptakan keadilan global tersebut.

"Ketiadaaan perdamaian ini harus diatasi dengan kerja sama, tidak bisa hanya tokoh agama, tapi juga harus melibatkan pihak-pihak lain termasuk pemerintah, politikus, dunia usaha, tokoh intelektual dan juga media," ucap mantan pimpinan Muhammadiyah tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement