Senin 31 Oct 2016 08:57 WIB

Ancaman Kisruh Sosial, Bara Jakarta, dan Ketegasan Ala Alfred Riedl

Tolak Penggusuran: Aktivitas warga perkampungan Bukit Duri, Jakarta Selatan, Jumat (5/8).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Tolak Penggusuran: Aktivitas warga perkampungan Bukit Duri, Jakarta Selatan, Jumat (5/8).

Oleh: Erie Sudewo, Pendiri Dompet Duafa

Dalam pelatihan karakter, seorang instruktur bertanya: “Ada tenaga pemasar hebat. Bisa raup 30% total pemasukan. Masalahnya perilakunya buat disharmoni. Aset sekaligus trouble maker. Perusahaan tersandera. Sebagai atasan, apa yang musti dilakukan?”

“Jinakkan agar bisa jadi team work”, jawab satu peserta. Benar, saya teriak dalam hati. Namun instruktur bilang: “Sudah. Tak mempan”. Ini instruktur keren bingit. Tak mau bahas alternatif lain. Peserta diminta hanya bahas buah simalakama.

Pecat, 30 persen pemasukan hilang. Tak dipecat, soliditas terancam. Kedua pilihan, sama-sama sandera perusahaan. Peserta pun hening. Saya tak angkat tangan. Lebih nikmat menonton daripada ditonton. Jujur. Sesungguhnya saya tak tahu harus berbuat apa. Hihihik....

Peserta di depan saya angkat tangan. “Kami punya kiat tingkatkan kompetensi karyawan. Yang kami tak punya, bagaimana perilaku jadi baik. Kami masih cari-cari tools-nya”.

Sambil acungkan jempol instruktur bertanya: “So what. Artinya anda pilih singkirkan?”

Yes, sir. Meski tak berlimpah uang, saya pilih soliditas. Uang banyak tapi tim kisruh untuk apa. Uang bisa beli maestro pemasaran. Tapi tak bisa beli soliditas. Uang bisa buat perusahaan besar. Tapi merawatnya, kita butuh tim yang sehat”.

Semua peserta terdiam. Tentu saja termasuk saya. Dengan maqom cekak, saya coba pahami jawaban itu. Saya bandingkan Indonesia dengan Singapura. Indonesia kaya raya, besar dan menggiurkan. Singapura bahkan lebih kecil dibanding Jakarta. Cuma lebih sehat mana?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement