Setelah rezim Sukarno tumbang seiring dengan tersungkurnya PKI dalam pentas politik Indonesia, rezim Suharto yang menyebut diri sebagai Orde Baru, naik tahta menggantikannya. Namun, sebelum ‘lengser keprabon’, pada 27 Januari 1965 Presiden Sukarno menerbitkan Penetapan Presiden Republik Indonesia (Pepres) Nomor 1 tahun 1965, tentang pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama. Perpres ini kemudian menetapkan menambahkan pasal penodaan agama di dalam bab yang mengatur tentang ketertiban umum, Pasal 156 a KUHP.
Tapi pertanyaannya kemudian: Apakah sinisme terhadap agama –di antaranya Islam-- menjadi berhenti? Jawabannya ternyata tidak! Sinisme (bahkan bisa disebut phobia) terus berlanjut.
Ujian pertama ‘keampuhan’ pasal ini terjadi pada bulan Agustus 1968. Majalah sastra termuka yang diasuh HB Jassin --Majalah Sastra, Th. VI. No. 8, Edisi Agustus 1968 – mempublikasikan cermin kontroversial ‘Langit Makin Mendung’ karya sesorang yang menyebut dirinya sebagai Ki Panji Kusmin.
Saat itu kontroversi pun meledak hebat. Umat Islam saat itu merasa tersinggung dengan cerpen tersebut yang dianggap menghina Islam.