Sabtu 08 Oct 2016 05:43 WIB

Hijrah Menjadi Muslim

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Agung Sasongko
Hijrah
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Hijrah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Umat Islam baru saja merayakan tahun baru Hijriuah yang ke-1438. Momen ini sangatlah identik dengan proses hijrah. Sebab, penghitungan kalender Hijriyah memang dimulai seusai Nabi Muhammad SAW berhijrah dari Makkah ke Madinah.

Karena itu, tahun baru Hijriyah kerap dikaitkan dengan istilah "berhijrah". Dalam bingkai konotatif, berhijrah juga dapat diartikan sebagai proses peralihan diri, yakni dengan meninggalkan segala keburukan dan dosa guna menjadi pribadi yang lebih baik.

Berkaitan dengan makna tersebut, maka hijrah memang memiliki cukup banyak perwujudan. Salah satunya adalah ketika seseorang memutuskan untuk memeluk Islam dan meninggalkan kepercayaan lainnya. Dalam Islam, orang yang memutuskan menempuh proses hijrah demikian biasa disebut mualaf.

Niky Lundy Avrillia adalah seorang Muslimah yang belum lama menjadi seorang mualaf. Niky yang sebelumnya beragama Nasrani, memutuskan untuk hijrah menjadi Muslim pada Agustus lalu, dengan bantuan dan bimbingan lembaga Mualaf Center Indonesia. Dia mengatakan, motivasi utamanya memeluk Islam adalah karena ia mulai mengerti dan mengetahui bahwa Islam memang satu-satunya agama yang pantas dan patut diyakini. Kendati demikian, proses tersebut memang tidak berlangsung seketika dan instan.

Ia mengaku, perjalanannya menuju Islam telah dimulai ketika dia masih duduk di bangku SMA. Kala itu, kata Niky, ia mengalami mimpi yang cukup aneh. "Saya mimpi ada di sebuah ruangan dan dikelilingi oleh banyak orang memakai baju serbaputih. Dalam mimpi itu saya sedang berbaring dan ada seorang kiai memegang kepala saya, seperti sedang merukiah saya," kata dia kepada Republika, Senin (3/10).

Mimpi tersebut cukup sering dialami Niky, bahkan hingga dirinya lulus SMA. Karena kerap terulang, akhirnya ia mencoba menceritakan pengalaman mimpi itu kepada beberapa temannya. "Ketika itu, kebetulan saya bertemu dengan seorang teman lama yang telah memeluk Islam lebih dahulu. Saya pun cerita kepadanya," ujarnya.

Pertemuannya dengan temannya tersebut membuatnya perlahan mengenal ajaran dan nilai-nilai Islam. "Dari ngobrol soal mimpi, saya jadi diskusi agama juga dengan dia. Lalu dia menyarankan agar saya manyaksikan video Zakir Naik. Sebab ,dia bilang, pertanyaan-pertnyaan yang saya ajukan kepadanya soal Islam, telah dipaparkan lebih detail oleh Zakir Naik," katanya.

Didorong rasa penasaran, Niky pun melakukan apa yang diusulkan oleh temannya. "Dan ternyata benar, saya dapatkan jawaban atas banyak pertanyaan saya (tentang Islam) di video-video itu (Zakir Naik). Mulai dari soal ibadah, apa itu akidah, tauhid, dan lainnya," ujarnya.

Dari diskusi dengan temannya, kemudian ditambah pula pengalaman menyaksikan tausiyah-tausiyah, menggugah Niky untuk segera memeluk Islam. "Akhirnya saya mantapkan niat dan minta bantuan teman saya itu untuk menemani saya bersyahadat. Saya pun diajak ke Masjid Darussalam di dekat Kota Wisata, Cibubur, tempat Mualaf Center Indonesia," kata Niky.

Setelah bersyahadat dan menjadi Muslimah, Niky memfokuskan dirinya mendalami ilmu dan syariat Islam. Menurut dia, berhijrah atau pindah agama adalah proses yang mudah. "Tapi proses setelah hijrahnya ini yang sulit, terutama agar istiqamah. Sama seperti bayi baru lahir, saya harus belajar merangkak lagi, belajar berjalan, hingga akhirnya nanti bisa berlari sendiri. Namun, saya menghayati setiap prosesnya," katanya.

Pengalaman berhijrah juga dialami Amaliah Begum, koordinator bidang hubungan masyarakat komunitas Muslimah Hijraheart. Berbeda dengan Niky, Amaliah berhijrah dari sebelumnya tak berhijab, kemudian memutuskan istiqamah berhijab. Amaliah mengungkapkan, awal perjalanan hijrahnya dimulai ketika dia masih bersekolah di SMA 81 Jakarta. Kala itu, dia mengaku kerap mencari tahu berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolahnya, termasuk kegiatan rohani Islam (rohis). "Karena rohis ini sering sekali bikin berbagai kegiatan positif," ujarnya.

Ketika mulai berkenalan dengan rohis, sedikit demi sedikit, Amaliah mulai memetik pengetahuan soal Islam. "Misalnya, berkaitan dengan ibadah, waktu itu saya baru tahu kalau ternyata adalah shalat yang biasa ditunaikan sebelum tiba Zhuhur, yaitu shalat Dhuha," ujarnya.

Kemudian, saat memasuki Ramadhan, Amaliah, yang juga aktif di organisasi siswa intra sekolah (OSIS), diminta pihak sekolah, untuk mengenakan hijab. "Karena pihak sekolah menginginkan agar para anggotanya bisa jadi role model. Dan kebetulan waaktu itu saya belum pakai (hijab)," kata Amaliah.

Walaupun awalnya agak canggung, Amaliah tetap mengenakan hijabnya. Saat yang sama, ia juga mencari tahu landasan mengapa Allah SWT mewajibkan kaum perempuan untuk berhijab. Dalam momen ini,  Amaliah pun mengetahui tentang hukum berhijab. "Ketika saya menggali soal ini ternyata memang ada perintahnya di Alquran. Ternyata wajib (bagi perempuan)," ujarnya.

Ia pun merasa bahwa dirinya mendapat hidayah-Nya. "Bisa dibilang saya memang dapat hidayah. Namanya hati kan susah, walaupun dia sudah tahu mana benar dan salah, kalau tidak ada hidayah, tidak akan tergerak juga," ujar Amaliah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement