Jumat 30 Sep 2016 10:16 WIB

Baptis Massal Jutaan Orang Pasca-Tragedi '65 dan Pesan Kuntowijoyo

Simpatisan dan kader PKI.
Simpatisan dan kader PKI.

Robert Crib dalam tulisannya pada buku 'The Indonesia Killing: Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966' yang diterbitkan Matabangsa tahun 2000, menulis begini ketika membahas fenomena terjadinya gelombang perpindahan agama usai Pemberontakan PKI 1965. Pada halaman 73-75, dalam buku tersebut Crib menulis begini:

Mungkin sebagian besar dari trauma kejadian tahun 1965-1966 yang membebani masyarakat Indonesia, tersalurkan dalam bentuk gelombang perpindahan agama. Pada tahun keenam setelah pembantaian, diperkirakan 2,8 juta orang berpindah agama menjadi Kristen (baik Protestan maupun Katolik), khususnya di Jawa Timur, Timor Timur, dan Sumatra Utara. Pada saat yang sama, di Jawa orang yang berpindah agama menjadi pemeluk Hindu jumlahnya juga signifikan.

Alasan perpindahan agama itu cukup kompleks. Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru mengharuskan setiap warga negara Indonesia untuk mengaku keberadaan Tuhan dan memeluk salah satu agama, supaya mereka tidak menjadi penganut ateisme yang dianggap berhubungan dengan komunisme, sehingga beberapa kasus perpindahan agama hanya dilakukan dengan registrasi formal. Terlebih lagi sejak tahun 1965, gereja Kristen telah menjadi objek kecurigaan karena hubungannya dengan Barat. Perpindahan agama yang tercatat seperti tahun 1966 mungkin juga termasuk perpindahan yang telah terjadi jauh sebelumnya, yang pada waktu itu tidak pernah diumumkan.

Tetapi, bagaimanapun, skala perpindahan agama ini telah menunjukkan bahwa trauma politik 1965 telah mengguncangkan banyak orang dan membuat mereka kehilangan kepercayaan terhadap nilai-nilai yang dianut sebelumnya, sehingga, sebagai solusinya, mereka menerima agama baru. Atas guncangan tersebut, agama Kristenlah yang mendapat angin segar dan diterima dengan baik. Karena tidak seperti agama Islam, agama Kristen terkesan jauh dari keterlibatan peristiwa konflik politik sebelum tahun 1965 dan juga peristiwa pembantaian, walaupun sebetulnya, menurut Kenneth Orr dan tim peneliti dari Universitas Gajah Mada (UGM) dalam laporannya, di beberapa tempat orang Kristen juga terlibat dalam pembantaian.

Lebih jauh lagi, yang membedakannya dengan Islam adalah gereja Kristen memiliki pastoral yang bekerja dengan penuh semangat membimbing para tahanan, keluarganya, dan orang-orang dari kelompok kiri pada umumnya. Seperti diceritakan kembali oleh Ibu Yetim, para pastor bekerja tanpa mempedulikan pandangan masyarakat terhadap kelompok kiri, sehingga agama Kristen mendapat respek yang sangat baik di antara orang-orang yang sebelumnya hampir tidak punya perhatian sama sekali terhadap agama.

Dalam kasus agama Hindu, ketertarikan untuk kembali pada kepercayaan jawa sebelum Islam sebagai upaya mencari stabilitas mungkin merupakan sesuatu yang dianggap penting; agama Hindu juga menarik bagi mereka yang secara politis mempunyai kepentingan untuk menahan ekspansi pengaruh politik Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement